KONTAN.CO.ID - MOSKOW/KYIV. Peluru artileri menghujani sebuah kota Ukraina, dekat pembangkit nuklir terbesar di Eropa. Selain itu, rudal Rusia menghantam dekat pelabuhan Laut Hitam Odesa pada hari Minggu (21/8/2022). Hal itu terjadi ketika Ukraina memperingatkan potensi serangan yang lebih serius oleh Rusia saat perang belangsung selama hampirenam bulan lamanya. Melansir
Reuters, Rabu (24/8/2022) menandai 31 tahun kemerdekaan Ukraina dari pemerintahan Soviet. Hari yang sama juga menandakan bahwa invasi Rusia sudah berlangsung selama enam bulan. Terkait hal tersebut, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menyerukan kewaspadaan, mengatakan Moskow dapat mencoba melakukan "sesuatu yang sangat buruk".
Dalam pidato video malamnya pada hari Minggu, Zelenskiy mengatakan dia telah membahas "semua ancaman" dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Selain itu, kabar ini juga telah dikirim juga ke para pemimpin dunia lainnya termasuk Presiden Turki Tayyip Erdogan dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres. "Semua mitra Ukraina telah diberitahu tentang apa yang dapat disiapkan negara teroris minggu ini," kata Zelenskiy, merujuk pada Rusia.
Baca Juga: Tak Hanya Ukraina, Kesepakatan Ekspor yang Ditengahi PBB Dorong Makanan & Pupuk Rusia The Financial Times, dalam sebuah artikel yang diterbitkan Minggu, mengutip Gennady Gatilov, duta besar Moskow untuk PBB di Jenewa, mengatakan bahwa Erdogan telah mencoba untuk memfasilitasi dialog. Namun dia menepis spekulasi tentang pembicaraan antara Zelenskiy dan Presiden Rusia Vladimir Putin. "Tidak ada platform praktis untuk mengadakan pertemuan ini," kata laporan itu. Putin memerintahkan apa yang disebutnya "operasi militer khusus" untuk mendemiliterisasi tetangganya yang lebih kecil dengan tujuan melindungi komunitas berbahasa Rusia. Ukraina dan pendukung Barat menuduh Moskow mengobarkan perang penaklukan bergaya kekaisaran. Pihak berwenang Rusia sedang menyelidiki dugaan serangan bom mobil di luar Moskow yang menewaskan putri Alexander Dugin, seorang ideolog Rusia ultra-nasionalis yang mendukung Rusia menyerang Ukraina.
Baca Juga: Gazprom Rusia Akan Menutup Pipa Gas Alam yang Menuju Eropa untuk Pemeliharaan Rutin Pada saat penyelidik sedang mempertimbangkan "semua versi" untuk menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut, Kementerian Luar Negeri Rusia berspekulasi mungkin ada hubungannya dengan Ukraina. Namun hal itu langsung dibantah langsung oleh penasihat Zelenskiy. "Ukraina, tentu saja, tidak ada hubungannya dengan ini karena kami bukan negara kriminal, seperti Federasi Rusia, dan terlebih lagi kami bukan negara teroris," kata Mykhailo Podolyak di televisi Ukraina, menunjukkan bahwa insiden itu adalah "Karmik", imbalan bagi para pendukung invasi Moskow. Ketika Ukraina bersiap untuk memperingati Hari Kemerdekaannya, para pejabat melaporkan serangan Rusia semakin intens terhadap sasaran-sasaran di timur dan selatan negara itu.
Yang menjadi perhatian khusus adalah penembakan Nikopol, sebuah kota dekat Zaporizhzhia, Ukraina dan pembangkit nuklir terbesar di Eropa. Nikopol ditembaki pada lima kesempatan berbeda dalam semalam, tulis gubernur regional Valentyn Reznichenko di Telegram. Dia mengatakan 25 peluru artileri menghantam kota, menyebabkan kebakaran di tempat industri dan memutus aliran listrik ke 3.000 penduduk. Pertempuran di dekat Zaporizhzhia dan serangan rudal hari Sabtu di kota Voznesensk, Ukraina selatan, tidak jauh dari pabrik atom terbesar kedua di Ukraina, memicu kekhawatiran akan kecelakaan nuklir. Pada hari Minggu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Macron mengadakan panggilan telepon yang menekankan pentingnya keselamatan instalasi nuklir, sambil menggarisbawahi "komitmen teguh" mereka ke Ukraina.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie