Perang dagang belum terlalu mempengaruhi emiten sektor perkebunan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keberlangsungan perang dagang dinilai para analis belum akan terlalu mempengaruhi kegiatan bisnis yang dilakukan oleh emiten-emiten di sektor perkebunan.

Sebagaimana diketahui, Jumat (6/7) lalu Amerika Serikat resmi memberlakukan tarif impor senilai US$ 34 miliar terhadap produk asal China. Tak menutup kemungkinan pula pemerintah AS menerapkan kebijakan serupa terhadap negara lainnya.

Vice President Research Department Indosurya Sekuritas, William Surya Wijaya menyebut, pada dasarnya selama Indonesia memiliki hubungan dagang dengan AS dan China, maka bisa saja perang dagang yang melibatkan kedua negara tersebut akan memberi dampak pada Indonesia.


Hanya saja, ia menilai dampak tersebut terhadap emiten-emiten yang bergerak di sektor perkebunan tidak terlalu besar. Sebab, produk hasil perkebunan seperti sawit yang diekspor Indonesia ke AS dan China tidak begitu banyak. Dalam hal ini, AS dan China tidak menjadi pangsa pasar utama Indonesia.

Merujuk data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), ekspor produk Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) Indonesia ke AS hanya mencapai 62,16 ribu ton per April lalu. Jumlah ini merosot 67,87% ketimbang ekspor di awal tahun atau bulan Januari yang mencapai 193,47 ribu ton.

Sementara itu, hingga April lalu ekspor CPO dan PKO ke China mencapai 234,42 ribu ton. Namun, angka ini juga menurun 23,76% dibandingkan bulan Januari lalu yang mencapai 307,49 ribu ton.

Analis Paramitra Alfa Sekuritas, William Siregar bilang, perang dagang sebenarnya tidak berkorelasi secara langsung dengan emiten-emiten perkebunan di Indonesia. Pasalnya, sejauh ini komoditas hasil perkebunan yang benar-benar dilibatkan dalam perang dagang adalah minyak kedelai. Hal tersebut terjadi setelah China mengancam akan memasang tarif tinggi terhadap kedelai asal AS.

Dalam kondisi seperti ini, harga minyak kedelai rentan mengalami penurunan yang kemudian diikuti oleh minyak nabati lainnya, termasuk CPO. “Jadi sentimen minyak kedelai akibat perang dagang ini yang secara tidak langsung mempengaruhi bisnis emiten-emiten perkebunan,” ujarnya, Jumat lalu.

Meski demikian, ia menilai emiten-emiten perkebunan tetap harus waspada lantaran belum lama ini Donald Trump melayangkan peringatan kepada Indonesia dan mulai mengevaluasi kembali produk-produk yang diekspor ke AS.

William Siregar sendiri menjagokan PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) di tahun ini lantaran memiliki posisi kas yang kuat dan utang yang tergolong rendah bila dibandingkan emiten perkebunan lainnya. Ia merekomendasikan beli saham LSIP dengan target 1.200.

Sementara William Surya memfavoritkan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan LSIP. Ia menilai kedua emiten tersebut masih bisa mengalami perbaikan kinerja hingga akhir tahun nanti. “Saham AALI dan LSIP juga cukup likuid,” tambahnya.

Ia merekomendasikan beli saham AALI dan LSIP dengan target Rp 14.500 per saham dan Rp 1.200 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie