Perang dagang bisa memantik krisis keuangan global



KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Perang dagang bukan hanya membuat arus perdagangan global tersendat. Efek perang dagang bisa lebih dahsyat lagi yakni memicu krisis finansial. Apalagi, AS berencana menetapkan 10% tarif terhadap barang-barang impor China hingga senilai US$ 200 miliar, setelah awal Juli ini mengenakan tarif impor senilai US$ 34 miliar.

Adalah Mark Mobius, seorang investor veteran yang juga bekas Executive Chairman Franklin Templeton Investments, yang meramalkan itu. Ia mengatakan, efek perang dagang dan penguatan kurs dollar AS telah membebani pasar keuangan.

Tambah lagi, likuiditas yang lebih ketat karena The Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa menormalkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga membuat era pendanaan murah berakhir.

Nah, akhir dari era bunga murah ini bisa memantik krisis. "Tidak diragukan lagi, kita akan melihat krisis keuangan cepat atau lambat, karena kita harus ingat kita telah keluar dari era pendanaan murah,"  kata Mobius yang kini mengelola Mobius Capital Partners LLP, dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg di Singapura, Rabu (11/7).

Menurutnya, akan ada tekanan nyata bagi banyak perusahaan-perusahaan yang selama ini bergantung pada pendanaan murah untuk menjaga kelangsungan bisnisnya. Bukan itu saja, kenaikan suku bunga bisa menjadi kontra-produktif bagi negara-negara dengan jumlah utang yang tinggi.

Faktor-faktor itu yang akan membebani pasar finansial, terutama di negara-negara emerging market. Mobius memperkirakan,  indeks MSCI Emerging Markets bakal turun 10% dari level saat ini pada akhir tahun 2018 nanti.

Pun mata uang negara berkembang juga berada di bawah tekanan, tercermin dari indeks mata uang MSCI  Emerging Markets yang telah turun sekitar 6% dari level tertinggi tahun ini pada akhir Maret 2018. Itu memaksa bank-bank sentral negara emerging market seperti Turki, Argentina dan Indonesia menaikkan suku untuk menjaga mata uang mereka tak makin jatuh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat