Perang dagang dan bunga hantui Amerika



KONTAN.CO.ID - BENGALURU. Awan gelap membayangi ekonomi Amerika Serikat (AS) dalam dua tahun ke depan. Kebijakan kenaikan suku bunga dan perang dagang diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi AS.

Demikian hasil jajak pendapat yang digelar Reuters (25/5). Para ekonom yang menjadi responden memprediksi ekonomi AS akan kehilangan momentum selama 2019-2020. Ekonomi AS diproyeksikan hanya tumbuh 2,5% tahun depan, dan tumbuh lebih rendah lagi, 1,8%, pada 2020.

Prediksi itu lebih rendah daripada proyeksi untuk 2018. Lebih dari 100 ekonom yang melakukan jajak pendapat pada 16-24 Mei memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2,8% di tahun ini.

Jika proyeksi itu terealisasi, maka 2018 akan menjadi tahun di mana AS mencetak pertumbuhan ekonomi tertinggi selama tiga tahun terakhir. Perbaikan aturan pajak terbesar sejak tahun 1980-an menjadi alasan optimisme terhadap ekonomi AS di tahun ini.

Rencana buruk

Memprediksi kapan terjadi titik balik dalam siklus ekonomi memang bukan tugas yang mudah. Siklus pemulihan dari masa krisis keuangan 2007-2008 telah luar biasa panjang. Dalam jajak pendapat, para ekonom menyimpulkan ekspansi ekonomi segera usai.

"Risiko resesi benar-benar meningkat setelah satu tahun atau sekitar tahun 2020," kata Joseph Song, ekonom senior AS di Bank of America Merril Lynch. Menurut Song, stimulus fiskal akan memudar untuk dua tahun kedepan.

Rencana kenaikan bunga acuan menjadi faktor utama pendorong resesi ekonomi AS. Menurut ekonom, Federal Reverse (The Fed) akan menaikkan suku bunga pada bulan Juni mendatang.

The Fed akan menaikkan kembali bunga acuan, sedikitnya, dua kali, selama tahun ini. Mayoritas ekonom memproyeksikan fed rate akan bertengger di kisaran 2,25% hingga 2,50% di tahun ini.

Jika prediksi itu menjadi kenyataan, berarti fed rate rate naik empat kali di tahun ini. Terakhir kali The Fed mengerek bunga, sebesar 25 bps menjadi 1,75%, pada Maret lalu.

Banyak ekonom memperkirakan The Fed akan mulai memangkas suku bunga acuan di 2020. Langkah tersebut untuk pertumbuhan ekonomi di masa depan.

Sedang ekspektasi inflasi tidak bergerak secara signifikan. Para ekonom memperkirakan inflasi sebesar 2% pada kuartal kedua tahun ini. Lalu, inflasi akan mencapai 2,1% di kuartal ketiga.

Selain itu, ekonom memperingatkan pemotongan pajak tidak dibenarkan pada tahap siklus bisnis ini. " Stimulus fiskal adalah ide buruk," tutur Jim O'Sullivan dari High Frequency Economics.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump melakukan penyelidikan baru terhadap mobil yang diimpor AS. Nah, langkah ini dapat menyebabkan tarif baru serupa yang dikenakan atas baja dan aluminium impor. Trump akan mengusulkan pemotongan pajak baru tersebut sebelum November tahun ini.

Editor: Herlina Kartika Dewi