Perang dagang dinilai sudah mengerucut pada masalah personal Donald Trump-Xi Jinping



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Tensi perang dagang antara China dan Amerika Serikat kian memanas. Aksi AS yang mengenakan tarif impor atas produk dari Tiongkok kemudian dibalas langkah serupa oleh pemerintah China.

Kedua pihak nampaknya belum mau mengalah. Tak pelak, persaingan sengit antara kedua negara kini dinilai mulai mengerucut ke arah masalah personal dari presiden masing-masing negara.

Dilansir dari CNN, persaingan pribadi antara kedua presiden bisa memicu peningkatan tensi dagang yang berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan siapa pun.


Pertikaian itu sekarang bukan lagi sekadar konfrontasi antara China dan Amerika Serikat. Perang dagang kini juga tentang ujian kehendak antara dua pria paling kuat di dunia, yang memiliki kepentingan politik masing-masing.

Baik Donald Trump maupun Xi Jinping, memandang diri mereka sebagai orang yang kuat. Keduanya telah memaksakan kekuasaan mereka pada sistem pemerintahan domestik.

Keduanya juga memiliki otoritas untuk memicu gelombang kejut pada pasar keuangan global, seperti jatuhnya pasar saham setelah China membalas kenaikan tarif yang dilakukan AS.

Keduanya melihat kehormatan bangsa mereka dipertaruhkan pada momen penting dalam sejarah hubungan kedua negara. Karena persaingan yang muncul antara dua kekuatan besar menjadi lebih tajam dari sebelumnya.

Trump percaya dia harus mengubah sistem perdagangan global karena dinilai merugikan negaranya. Dan ia berpikir bahwa kekuatan ekonomi AS memberinya kemampuan untuk melempar kesalahan pada Xi. "Ingat, mereka (China) melanggar kesepakatan dengan kami & mencoba untuk bernegosiasi," cuit Trump pada hari Minggu.

Di sisi lain, Xi melihat tuntutan AS sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Tiongkok. Tak heran, sang presiden juga tak mau mengalah pada Trump.

"China merasa tidak perlu menyerah pada Amerika Serikat," kata Max Baucus, mantan duta besar AS untuk China.

"Selain itu, menyelamatkan muka dari rasa malu adalah masalah besar di China. Presiden Xi Jinping tidak ingin terlihat lemah. Saya merasa orang Amerika tidak mengerti kondisi tersebut," lanjutnya.

Salah satu alasan mengapa tensi dagang berlangsung cukup lama adalah karena Trump merasa dirinya lebih unggul dan memiliki kekuatan ekonomi yang lebih besar. Namun hal itu kerap membuatnya mengorbankan hal lain, termasuk stabilitas di pasar saham.

Di sisi lain, konfrontasi ini telah menunjukkan bahwa Xi tak takut pada Trump karena berani melakukan serangan balik dengan menaikkan tarif impor dari Amerika Serikat senilai US$ 60 miliar.

Hal ini dinilai menjadi poin krusial, karena meskipun Xi adalah pemimpin China paling dominan dari beberapa dekade terakhir, namun ia juga tak sepenuhnya kebal terhadap tekanan politik domestik. Terlebih, dinamika politik di internal Partai Komunis juga terkenal rumit.

Editor: Tendi Mahadi