KONTAN.CO.ID - Memahami cara kerja ekonomi Tiongkok sebenarnya sulit dilakukan. Badan statistiknya tidak secara teratur menerbitkan data tentang hal-hal seperti data tenaga kerja. Dan, ketika mereka melakukannya, para pengamat sering kali skeptis terhadap keakuratan angka-angka tersebut. Bahkan terkadang, otoritas berhenti menerbitkan data sama sekali, seperti ketika pengangguran kaum muda mencapai rekor tertinggi tahun lalu. Jadi, ketika dua profesor ingin meneliti dampak tarif perdagangan pemerintahan Trump sebelumnya, mereka beralih ke sesuatu yang bahkan tidak dapat disembunyikan oleh Presiden Xi Jinping: cahaya.
Mengutip The Telegraph, menggunakan citra satelit, Davin Chor dan Bingjing Li mengukur berapa banyak lampu yang menyala di malam hari di seluruh Tiongkok setelah tarif diberlakukan. Pasangan tersebut meneliti proksi yang telah lama ada untuk aktivitas ekonomi. Antara awal tahun 2018 dan awal tahun 2019, setelah tarif pertama Trump berlaku, pusat industri Tiongkok menjadi lebih gelap. Ini menjadi bukti bahwa pabrik-pabrik beroperasi dengan shift yang lebih pendek, memangkas produksi malam hari, dan bukti bahwa lebih sedikit pekerja yang tinggal di asrama pabrik. Baca Juga: People's Bank of China (PBOC) Suntik US$ 124 Miliar ke Sistem Perbankan Menurut perkiraan Chor, sekitar 3,5 juta orang di Tiongkok tinggal di wilayah yang PDB per kapitanya anjlok 2,5 persen selama dua tahun akibat tarif. Secara sederhana, itu berarti ratusan dolar yang hilang dari pendapatan tahunan seseorang. Informasi saja, Chor merupakan ketua globalisasi di Tuck School of Business, Dartmouth College.