Perang dagang melelehkan harga logam



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan perang dagang antara Amerika Serikat dan China membuat sebagaian besar harga komoditas logam industri meredup. Lihat saja, harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) pada Jumat (22/6), turun 0,18% menjadi US$ 2.175 per metrik ton. Dalam sepekan terakhir, harganya sudah anjlok sekitar 1,32%.

Serupa, harga timah pun belum mampu bangkit. Akhir pekan lalu, harga timah kontrak tiga bulanan di LME ditutup terkoreksi 0,49% menjadi US$ 20.400 per metrik ton.

Sentimen perang dagang yang muncul akibat kebijakan AS membuat permintaan kedua komoditas itu melambat. Padahal, produksi komoditas terus berjalan dan membuat suplai menumpuk.


Berdasarkan data LME, cadangan timah pekan lalu tercatat melonjak sekitar 155 ton menjadi 2.750 ton. Peningkatan produksi aluminium juga terjadi. Hal ini menyusul rencana China meningkatkan kapasitas produksi aluminium mencapai 4,1 juta ton hingga akhir 2018.

Sentimen tersebut menambah tekanan pada harga aluminium, di tengah meningkatnya tensi perang dagang. "Terlebih AS akan segera membatasi investasi China di perusahaan teknologi AS. Ini jadi sentimen buruk buat perekonomian China," ujar Ibrahim, Direktur Garuda Berjangka, Senin (25/6).

Kurang pasokan

Tak cuma itu, AS juga berencana memberlakukan tarif impor mobil dari Uni Eropa sebesar 10%. Menurut analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar, meski belum final, kebijakan tersebut berpotensi menurunkan permintaan mobil, yang berimbas ke berkurangnya permintaan terhadap bahan baku mobil, di antaranya aluminium.

Tapi tak semua logam industri memerah. Harga tembaga dan nikel masih menguat di tengah sentimen negatif.

Jumat lalu, harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulanan di LME ditutup naik tipis 0,04% ke US$ 6.789 per metrik ton. Harganya menguat lantaran berkurangnya simpanan tembaga pekan lalu.

Selain itu, harga tembaga juga menguat lantaran sentimen rencana pekerja tambang Chuquicamata milik Codelco di Cile menggelar aksi unjuk rasa. Para pekerja mengancam akan menghentikan produksi dalam waktu dekat.

Sekadar informasi, Chuquicamata merupakan tambang terbesar kedua milik Codelco. Sepanjang tahun lalu. tambang ini memproduksi sekitar 330.000 ton tembaga.

Kendati demikian, jika dilihat dalam sepekan, harga tembaga justru merosot cukup dalam, yaitu 3,29%. Ada kekhawatiran harga tembaga akan terus melemah seiring bertambahnya produksi, yang tak diimbangi kenaikan permintaan.

Dari semua logam industri, hanya nikel yang berada dalam tren bullish. Ibrahim menjelaskan, harga nikel didorong permintaannya yang masih tinggi. "Maklum, nikel bahan campuran untuk baja ringan dan otomotif sehingga kebutuhannya besar dan meningkat terus," kata dia.

Dus, tingginya permintaan global terhadap nikel tak diimbangi pasokan yang meningkat pula. Sebagai salah satu negara penghasil nikel terbesar, Filipina tengah mengalami musim penghujan. Ini membuat proses pengangkutan pasir nikel dan produksi secara keseluruhan di sana cenderung terhambat.

LME juga mencatat, cadangan nikel sepanjang pekan lalu hanya naik tipis, yaitu dari 234 ton menjadi 274.242 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati