Perang dagang menekan indeks Wall Street di semester I



KONTAN.CO.ID - SAN FRANCISCO. Bukan cuma Indonesia, pasar saham Amerika Serikat (AS) juga tertekan di separuh pertama tahun ini. Tercermin dari indeks saham terkemuka Wall Street, S&P 500 yang cuma memberikan gain 1,7% di semester I 2018.

Kinerja S&P 500 yang merupakan indeks saham 500 perusahaan terbesar AS itu jauh lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang naik 8%. Seperti dilansir Reuters, kalau memperhitungkan dividen, return S&P 500 tercatat hanya sekitar 3%, kalah jauh dari semester I 2017 yang mencapai hampir 22%.

Kebijakan pemotongan pajak perusahaan ala Presiden AS Donald Trump sempat mendongkrak pergerakan indeks S&P 500. Cuma, kekhawatiran perang dagang antara China dan AS yang meningkat belakangan ini melemahkan sentimen investor.


Investor saat ini lebih menyukai saham-saham berkapitalisasi pasar kecil. Ini terlihat dari pergerakan Indeks Russell 2000 yang naik 7% di enam bulan pertama tahun ini,

sementara indeks Nasdaq meningkat 9%, didukung oleh popularitas saham-saham sektor teknologi. Beberapa broker di Wall Street memprediksikan perusahaan yang lebih kecil mungkin kurang berisiko terhadap perang tarif perdagangan.

Para analis pasar yang disurvei Reuters pada bulan lalu memperkirakan rata-rata indeks S & P 500 akan membukukan keuntungan tahunan sebesar 7%  pada 2018, lebih rendah dari kenaikan sebesar 9% pada survei bulan Februari 2018 lalu.

Setelah mencapai rekor tertinggi sepanjang waktu pada 26 Januari 2018, indeks S&P 500 telah lomgsor 5%, dengan penurunan terbesar pada saham-saham perbankan dan konsumer. Indeks S&P 500 sempat menggapai rekor pasca Trump merilis beleid pemotongan pajak. Kebijakan pajak itu membuat Wall Street berekspektasi laba indeks S & P 500 per saham akan melonjak 22% pada 2018.

Nyatanya, ekspektasi itu tak mampu mengangkat terus laju indeks S&P 500. Sebabnya, saham sektor finansial yang menyumbang 13% indeks S&P 500 menukik 11% sejak indeks ini mencatat rekor tertinggi.

Harga saham sektor keuangan seperti Morgan Stanley, Goldman Sachs Group Inc  dan Citigroup Inc masing-masing jatuh lebih dari 15% dalam periode tersebut. Kenaikan suku bunga jangka berkontribusi terhadap kelemahan dalam saham-saham perbankan AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie