KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sinyal waspada bagi harga komoditas datang dari konflik di Laut Merah. Perang berkepanjangan dapat mengerek kenaikan harga-harga komoditas. Seperti diketahui, konflik antara kelompok Houthi Yaman dengan Amerika Serikat (AS) dan Inggris kian memanas. Konflik ini bermula ketika kelompok Houthi menyerang kapal bantuan Israel yang bernavigasi di seputaran Laut Merah. Akibatnya banyak kapal angkutan yang terhalang untuk melewati jalur Laut Merah tersebut. Ini berdampak pada kenaikan tarif angkutan kapal ataupun kendala pasokan komoditas karena harus melewati rute lainnya.
Research and Development Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX), Taufan Dimas Hareva mengatakan, perang di Laut Merah umumnya berpotensi menyulut kenaikan harga komoditas energi, terutama minyak mentah. Hal ini karena Laut Merah merupakan jalur pelayaran penting bagi perdagangan minyak mentah dunia. “Jika jalur pelayaran ini terganggu, maka pasokan minyak mentah ke pasar global akan berkurang, sehingga harga minyak mentah akan naik,” ungkap Taufan kepada Kontan.co.id, Rabu (17/1).
Baca Juga: Laut Merah Memanas, Pelabuhan Kolombo Sri Langka Kebanjiran Peti Kemas Taufan menyebutkan, serangan Houthi terhadap kapal tanker di Laut Merah pada Desember 2023 lalu, memang telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor bahwa konflik tersebut dapat mengganggu pasokan minyak mentah dunia. Selain itu, perang di Laut Merah juga dapat meningkatkan biaya logistik, sehingga biaya produksi komoditas energi juga akan meningkat. Pada akhirnya, hal ini juga akan mendorong kenaikan harga komoditas energi seperti gas alam ataupun batubara. Namun, disisi lain, permintaan komoditas energi juga berpotensi melemah, jika perang di Laut Merah berkepanjangan. Hal ini karena perang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi global, sehingga permintaan terhadap komoditas energi akan berkurang. “Jika perang di Laut Merah hanya berlangsung singkat dan intensitasnya rendah, maka dampak terhadap harga komoditas energi akan relatif terbatas. Namun, jika perang berkepanjangan dan intensitasnya tinggi, maka dampak terhadap harga komoditas energi akan lebih besar,” imbuh Taufan. Menurut Taufan, emas sepatutnya menjadi sorotan di tengah meningkatnya ketegangan di Laut Merah tersebut. Sebab, emas merupakan aset lindung nilai yang diminati oleh investor dalam situasi ketidakpastian. Perang di Timur Tengah yang terus berlangsung dengan intensitas tinggi akan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global. Sehingga investor akan berusaha untuk mencari aset lindung nilai, seperti emas. Hanya saja, Taufan melihat bahwa kinerja emas saat ini melemah akibat meningkatnya spekulasi bahwa The Fed mungkin akan menurunkan suku bunganya lebih cepat. Sehingga, membuat Dolar AS lebih menarik dibandingkan emas. Mengutip Bloomberg, Rabu (17/1) pukul 16.45 WIB, harga emas melemah 0,33% secara harian ke posisi US$ 2.021,84 per ons troi. Sedangkan, Indeks Dolar AS (DXY) bertengger di level atas 103 dalam periode yang sama. Taufan turut melihat potensi meningkatnya harga komoditas pangan akibat perang di Timur Tengah. Pasalnya, Timur Tengah merupakan salah satu produsen dan eksportir komoditas pangan penting, seperti gandum, kedelai, dan minyak nabati. “Jika perang di Timur Tengah mengganggu produksi dan ekspor komoditas pangan dari Timur Tengah, maka akan menyebabkan kenaikan harga komoditas pangan di pasar global,” ujarnya.
Baca Juga: Gangguan Kapal di Laut Merah Mendongkrak Harga Pengiriman Barang Via Laut Apabila berkaca dari perang Rusia dan Ukraina di awal tahun 2022 lalu, konflik tersebut telah melambungkan harga komoditas terutama pangan seperti gandum dan kedelai. Ini berkaitan dengan profil kedua negara tersebut sebagai produsen barang baku, sehingga mengerek harga komoditas pangan. Taufan menambahkan, perang di Timur Tengah juga dapat meningkatkan biaya logistik yang dapat menambah pengeluaran biaya produksi komoditas pangan. Dengan kondisi tersebut, maka tidak menutup kemungkinan akan mendorong kenaikan bagi harga komoditas pangan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat