JAKARTA. Meski konflik Timur Tengah kembali memanas, harga minyak tak mampu menanjak. Namun, sejumlah sentimen berpotensi mengangkat harga minyak lagi. Data Bloomberg pada Senin (27/4) pukul 16.50 WIB memperlihatkan, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman bulan Juni 2015 di bursa New York Mercantile Exchange senilai US$ 56,78 per barel atau turun 0,64%. Selama sepekan harga tergerus 1,90%. Padahal konflik Timur Tengah kembali membara. Stasiun televisi Al-Arabiya melaporkan, militer Arab Saudi menghancurkan dua kendaraan pembawa senjata milik pemberontak Shiite Houthi, di dekat perbatasan Yaman. Konflik geopolitik ini semestinya mendorong harga minyak, tapi tak terjadi. “Kali ini, penyebab penurunan harga minyak adalah penguatan dollar AS, “ kata Faisyal, analis PT Monex Investindo Futures.
Indeks dollar Amerika Serikat (AS) kemarin pukul 15.15 WIB, bertengger di level 97,06, naik 0,14% jika dibandingkan penutupan Jumat (27/4). Nizar Hilmy, analis PT SoeGee Futures, menjelaskan, harga minyak sulit melanjutkan penguatan akibat aksi ambil untung (profit taking). Ia menduga, harga minyak tak akan jatuh terlalu dalam lantaran perang di Yaman masih berlangsung. Selain itu, "Meski pasokan minyak berlimpah tetapi produksi minyak Amerika sudah mulai menurun,” kata Nizar. Cenderung bullish Pergerakan harga minyak menunggu berbagai sentimen pasar. Menurut Faisyal, harga minyak pada Selasa (28/4) akan tergantung pada fluktuasi indeks dollar AS. “Harga minyak cenderung bullish,” kata Faisyal. Dengan catatan, rapat Federal Open Market Committee (FOMC) menghasilkan sinyal dovish terkait rencana kenaikan suku bunga The Fed. Lalu, jumlah pengeboran minyak di AS juga masih turun.