Perang fee broker saham masih berlanjut tahun ini



JAKARTA. Persaingan perusahaan sekuritas berebut nasabah transaksi saham dengan menetapkan fee yang semakin kecil bakal terus berlanjut pada tahun ini. Soalnya, rencana pembentukan tarif acuan masih jauh dari hasil. Bahkan, kajian tarif standar oleh Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) tidak akan selesai tahun ini.

Jimmy Nyo, Ketua Tim Perumus Pengaturan Biaya Perdagangan Saham APEI, menjelaskan hingga saat ini pihaknya belum menemukan titik terang terkait pembahasan tarif tersebut. "Belum ada kelanjutannya, teman-teman masih pada sibuk semua," katanya, akhir pekan lalu.

Tak ayal, kondisi ini bakal mendorong semakin sengitnya perang fee antar-broker. Terlebih lagi, semakin banyak perusahaan sekuritas yang menyasar layanan online trading. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, saat ini ada 114 anggota bursa (AB) yang aktif dan 47 di antaranya menjalankan online trading.


Fasilitas itu memang lebih ringkas dan efisien dibanding transaksi reguler. Kelebihan tersebut menjadikan perusahaan sekuritas lebih leluasa mengatur besaran komisi yang bisa dipungut kepada investor. Bahkan, bila nasabah semakin banyak, perusahaan bisa menetapkan fee yang lebih murah.

Jimmy mengakui, banting-bantingan harga bakal semakin marak dengan banyaknya perusahaan sekuritas menyasar online trading. Namun, pihaknya belum melakukan pembahasan hingga mendetail sampai ke arah tarif online trading. "BelumĀ  sampai ke arah itu. Pembahasan secara umum juga belum diteruskan soalnya masih sibuk. Belum tahu juga kapan mau diteruskan, jadi saya belum bisa memastikan perang tarif akan berhenti," jelas Jimmy.

Pernyataan Jimmy ini mengacuĀ  kebijakan regulator terbaru yang akan mewajibkan perusahaan sekuritas untuk membayar iuran dana proteksi pemodal (DPP). Padahal, para AB juga bakal wajib membayar iuran untuk pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan biaya rutin ke BEI.

Kendali demikian, banyak sekuritas yang berharap kondisi seperti ini segera berakhir. PT Woori Korindo Securities Indonesia (WKSI) misalanya, perusahaan ini tidak begitu memberatkan masalah pungutan lain asalkan masalah perang tarif segera terselesaikan. "Jangan sampai, murahnya fee justru membunuh industri sekuritas itu sendiri," tukas Yudhi Aliwanto, Head of Online Trading Division WKSI.

Menurutnya, saat ini perang tarif memang memanas di layanan online trading. WKSI mentapkan fee beli 0,18% dan jual 0,28%. KONTAN mencatat, kajian tarif itu terakhir berhenti di angka 0,21% - 0,27% untuk fee beli dan jual 0,31%-0,37%. Usulan besaran fee ini lebih besar daripada hasil kajian APEI beberapa tahun lalu, pembelian 0,17% dan penjualan 0,27%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto