SINGAPURA. Bursa Asia dilanda aksi jual setelah bursa Jepang menghapus kenaikan pada transaksi pagi tadi (28/1). Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg, pada pukul 10.46 waktu Tokyo, indeks MSCI Asia Pacific turun 0,1%. Sementara, indeks Nikkei 225 Stock Average turun 0,5%. Sentimen yang mempengaruhi bursa Jepang dan bursa Asia pagi ini adalah pergerakan mata uang Negeri Samurai. Asal tahu saja, nilai tukar yen berada di level 90,90 per dollar AS. Padahal, pada transaksi sebelumnya, yen sempat keok hingga ke posisi 91,26 per dollar AS yang merupakan level terlemah sejak Juni 2010 lalu. Posisi yen yang kembali menguat terjadi di tengah kritik yang menyebutkan bahwa Jepang berupaya keras memperlemah posisi yen untuk menyokong tingkat ekspor mereka. Meski demikian, Menteri Ekonomi Jepang Akira Amari membantahnya. "Perang mata uang akan memicu kebijakan proteksi perdagangan yang akan merusak transaksi perdagangan global dan pertumbuhan global secara umum," jelas Louis Kuijs, chief economist Royal Bank of Scotland Plc di Hong Kong. Dia menambahkan, kondisi itu tidak akan berdampak positif bagi perekonomian dunia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Perang mata uang bikin bursa Asia memerah
SINGAPURA. Bursa Asia dilanda aksi jual setelah bursa Jepang menghapus kenaikan pada transaksi pagi tadi (28/1). Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg, pada pukul 10.46 waktu Tokyo, indeks MSCI Asia Pacific turun 0,1%. Sementara, indeks Nikkei 225 Stock Average turun 0,5%. Sentimen yang mempengaruhi bursa Jepang dan bursa Asia pagi ini adalah pergerakan mata uang Negeri Samurai. Asal tahu saja, nilai tukar yen berada di level 90,90 per dollar AS. Padahal, pada transaksi sebelumnya, yen sempat keok hingga ke posisi 91,26 per dollar AS yang merupakan level terlemah sejak Juni 2010 lalu. Posisi yen yang kembali menguat terjadi di tengah kritik yang menyebutkan bahwa Jepang berupaya keras memperlemah posisi yen untuk menyokong tingkat ekspor mereka. Meski demikian, Menteri Ekonomi Jepang Akira Amari membantahnya. "Perang mata uang akan memicu kebijakan proteksi perdagangan yang akan merusak transaksi perdagangan global dan pertumbuhan global secara umum," jelas Louis Kuijs, chief economist Royal Bank of Scotland Plc di Hong Kong. Dia menambahkan, kondisi itu tidak akan berdampak positif bagi perekonomian dunia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News