JAKARTA. Kampanye negatif Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing yang memicu pemboikotan produk sawit diduga sebagai buntut dari persaingan dagang di pasar minyak nabati dunia.“Alasan lingkungan itu sah saja, tetapi LSM itu dimanfaatkan oleh industri vegetable (minyak makan) lain yang terdesak sawit. Dalam 20 tahun terakhir sawit mendominasi pasar minyak nabati dunia,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan di Jakarta, Rabu (26/5).Saat ini minyak sawit mentah (CPO) sudah menguasai 33% pasar minyak nabati dunia. Sebelumnya pada 1990-an pasar CPO baru 5%-10%. Dominasi CPO ditengarai membikin gerah produsen sumber minyak nabati yang terbuat dari kedelai, rapeseed dan bunga matahari. Negara-negara itu adalah AS dan Eropa. Mereka tidak bisa membudidayakan sawit karena iklimnya subtropis, sementara sawit adalah tanaman tropis.Sawit memang tanaman yang sangat kompetitif. Dari sisi produktivitas, produksi sawit bisa mencapai 4 ton per hektare, sedangkan kedelai hanya 0,4 ton per hektare. Dari sisi ongkos produksi pun minim, sawit hanya membutuhkan US$ 400 per hakter sedangkan kedelai US$ 600-700 per hektar. Tak pelak jika AS dan Eropa membonceng LSM internasional untuk melakukan kampanye negatif atas produk sawit.Herdrajat Natawidjaja, Direktur Perlindungan Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, menilai, peningkatan produksi sawit bisa terus menggeser pasar minyak nabati lainnya di dunia.“Biaya produksi sawit itu murah tetapi keuntungannya paling tinggi. Untuk itu kita harus menangkal kampanye negatif dengan pengembangan sawit yang berkelanjutan,” paparnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Perang Minyak Nabati Picu Kampanye Negatif CPO
JAKARTA. Kampanye negatif Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing yang memicu pemboikotan produk sawit diduga sebagai buntut dari persaingan dagang di pasar minyak nabati dunia.“Alasan lingkungan itu sah saja, tetapi LSM itu dimanfaatkan oleh industri vegetable (minyak makan) lain yang terdesak sawit. Dalam 20 tahun terakhir sawit mendominasi pasar minyak nabati dunia,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan di Jakarta, Rabu (26/5).Saat ini minyak sawit mentah (CPO) sudah menguasai 33% pasar minyak nabati dunia. Sebelumnya pada 1990-an pasar CPO baru 5%-10%. Dominasi CPO ditengarai membikin gerah produsen sumber minyak nabati yang terbuat dari kedelai, rapeseed dan bunga matahari. Negara-negara itu adalah AS dan Eropa. Mereka tidak bisa membudidayakan sawit karena iklimnya subtropis, sementara sawit adalah tanaman tropis.Sawit memang tanaman yang sangat kompetitif. Dari sisi produktivitas, produksi sawit bisa mencapai 4 ton per hektare, sedangkan kedelai hanya 0,4 ton per hektare. Dari sisi ongkos produksi pun minim, sawit hanya membutuhkan US$ 400 per hakter sedangkan kedelai US$ 600-700 per hektar. Tak pelak jika AS dan Eropa membonceng LSM internasional untuk melakukan kampanye negatif atas produk sawit.Herdrajat Natawidjaja, Direktur Perlindungan Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, menilai, peningkatan produksi sawit bisa terus menggeser pasar minyak nabati lainnya di dunia.“Biaya produksi sawit itu murah tetapi keuntungannya paling tinggi. Untuk itu kita harus menangkal kampanye negatif dengan pengembangan sawit yang berkelanjutan,” paparnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News