Perang Rusia-Ukraina Naikkan Harga Komponen Konstruksi, Begini Tanggapan REI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realestat Indonesia (REI) mengemukakan jika perang antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan kenaikan harga besi dan baja di pasar global, akan memukul sektor bisnis konstruksi dan properti di dalam negeri.

Sebagai informasi, d i pasar global, harga bulanan baja (steel) naik 3,3%, sementara harga bulanan bijih besi (iron ore) naik 6,27%. Raymond Arfandy Wakil Ketua Umum DPP REI mengatakan tak hanya besi dan baja, dampak tersebut berpotensi akan menaikkan harga komponen konstruksi lainnya.

"Tentu saja hal tersebut secara otomatis akan berdampak pada cost biaya produksi konstruksi bangunan, jika harga besi dan baja naik. Untuk pengembang swasta, masih bisa lakukan penyesuaian dan penghitungan kembali, misalnya apa kau akan menaikkan harga di level 5% sampai 10% kah? Tapi, untuk sektor FLPP akan gigit jari karena harga sudah ditentukan Pemerintah," jelasnya kepada Kontan, Senin (14/3).


Baca Juga: Bambang Susantono Jadi Kepala Otoritas IKN, Ini Kata Hipmi dan REI

Raymond menegaskan sektor rumah FLPP ini bisa dikatakan mengalami masa yang sulit akibat efek panjang kenaikan harga besi dan baja.

Ia melanjutkan, kenaikan harga besi dan baja juga tak menutup kemungkinan menaikkan harga komponen konstruksi lainnya seperti semen. Tak hanya itu, bahkan semua sektor yang memiliki hubungan dengan bahan baku konstruksi. Ia mengatakan, kenaikan harga ke komponen lain pun bervariasi, ada yang memiliki kemungkinan kenaikan 2% sampai 3% atau mungkin juga mencapai 5% sampai 10%.

Berbicara mengenai komposisi besi dan baja dalam proses konstruksi, Raymond berkata hal ini variatif dan tergantung dengan jenis bangunannya.

"Ada yang lebih berat ke baja atau kombinasi, tetapi secara average biaya konstruksi itu sekitar 20% hingga 25% ada di baja sendiri. Nah, kita lihat kenaikan di properti ini tidak hanya berefek ke baja tetapi pasti ke semen juga," sambungnya.

Baca Juga: Respons REI Terkait Penerapan Kebijakan Persetujuan Bangunan Gedung

Pihaknya melanjutkan, kenaikan harga komponen konstruksi ini sebenarnya masih bisa diakali oleh pengusaha konstruksi dan pengembang yang memiliki cashflow lancar dan cepat. Persoalannya, lanjut Raymond, di tengah kondisi pandemi ini cashflow dunia properti terhambat.

Dulu, sebelum pandemi Covid-19, dalam pembangunan atau proses konstruksi cashflow bisa dikejar sebab ada end user yang membeli saat pembangunan berlangsung. Sekarang, kondisi susah dengan adanya keterbatasan aktivitas. Ketidakpastian akibat pandemi juga membuat banyak orang cenderung menunda investasi atau pembelian properti.

"FLPP juga menemui kesulitan. Bisnis properti itu ada dua, untuk kebutuhan dan investasi, nah orang-orang yang memilih sebagai bentuk investasi dan  mengandalkan extra income ini tentu tidak bisa investasi lagi," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .