Perang suku bunga pun melanda



 Lesu darah! Inilah gambaran ekonomi di banyak negara. Dalam laporan Global Economic Prospect yang rilis Juni lalu, Bank Dunia memangkas prediksi ekonomi dunia 0,3 poin menjadi 2,6%. Prediksi ini dengan hitungan efek perang dagang yang membuat nilai perdagangan melandai.
 
Ini pula yang membuat laju pertumbuhan ekonomi global melambat. Kondisi ini membuat beberapa bank sentral di global mengambil arah kebijakan moneter lunak alias dovish. Mereka: bank sentral Australia: Reserve Bank of Australia (RBA) yang menurunkan suku bunga acuannya ke level terendah sepanjang sejarah. Juni lalu, RBA memotong bunga 25 basis poin (bps). Dengan begitu, bunga acuannya di sana di level 1,25%.
 
Bank sentral India atau Reserve Bank of India RBI juga memilih memangkas suku bunganya sebesar 25 bps. Pemangkasan ini bahkan kali ketiga sejak Februari 2019. Kebijakan dovish diambil dengan fakta ekonomi negara itu mencatatkan pertumbuhan terlambat dalam 4 tahun terakhir.
 
Kini, Bank Indonesia (BI) juga memutuskan memangkas bunga acuannya menjadi 5,75%. Pertimbangannya kurang lebih sama dengan negara lain. Pertama ketegangan hubungan dagang telah menurunkan volume perdagangan dunia serta memperlambat pertumbuhan ekonomi global.
 
Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia. Prediksinya triwulan II, ekonomi kita akan relatif sama dengan triwulan I, di kisaran 5,09%. Dengan pertimbangan itu, ditambah inflasi mini, nilai tukar, hingga neraca pembayaran, BI pangkas bunga.
 
Mengungkit pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, sepertinya menjadi goal utama kebijakan dovish BI ini. Ekonomi kita harus mampu tumbuh di tengah tren laju mini ekonomi di banyak negara. Langkah sama juga dilakukan bank sentral banyak negara untuk mengungkit ekonomi.
 
Saat ini, perang bunga tengah terjadi. Kebijakan dovish banyak dilakukan demi mengungkit ekonominya. Akhir Juli ini, Amerika Serikat (AS) diprediksi juga akan memangkas suku bunganya untuk mendorong laju ekonomi AS.
 
Masalahnya, jika semua negara melonggarkan bunga, lantas apa efeknya? Tidak banyak! Posisi suku bunga antarnegara masih akan sama. Kebijakan dovish ini sepertinya bukan untuk pemilik dana-dana gede alias hot money, tapi tujuannya untuk ekonomi lokal. Masing-masing negara tengah berupaya menyelamatkan ekonomi negara sendiri, saat laju ekonomi dunia lelet.♦
 
Titis Nurdiana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi