JAKARTA. Perang tarif telekomunikasi terus terjadi. Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, mengatakan, banting-bantingan harga ini akibat lemahnya pengawasan regulator telekomunikasi dan pengawas persaingan usaha. Sudah menjadi tugas Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) melakukan pengawasan terhadap tarif promosi operator telekomunikasi. Bukan malah melakukan pembiaran terhadap promo tarif murah operator. Alamsyah juga mengkritisi lambannya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merespons perang harga. Operator telekomunikasi yang melakukan promo berulang-ulang dan menjual produk di bawah harga produksi, seharusnya bisa menjadi indikasiuntuk menyelidikipelanggaran persaingan usaha tidak sehat. Pemberian tarif promo yang dilakukan operator telekomunikasi sudah mengarah ke predatory pricing. “Pembiaran yang dilakukan oleh KPPU itu yang menurut Ombudsman adalah mal administrasi,” terang Alamsyah, dalam pernyataan tertulis, kemarin. Leonardo Henry Gavaza, analis saham Bahana Securities, menyayangkan maraknya perang harga. Padahal industri padat modal ini belum pulih dari aksi perang harga yang dilakukan oleh operator telekomunikasi di tahun 2008 yang lalu. Menurutnya, jika XL dan Indosat terus melakukan perang harga, profitabilitas mereka bisa terpuruk. “Jika Telkomsel terpancing menurunkan tarif, kemungkinan Indosat dan XL bisa mati. Jika Indosat dan XL mati, dominasi Telkomsel akan semakin kuat lagi. Ujungnya industri telekomunikasi nasional yang terpuruk,”papar Leo.
Perang tarif operator akibat lemahnya pengawasan
JAKARTA. Perang tarif telekomunikasi terus terjadi. Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, mengatakan, banting-bantingan harga ini akibat lemahnya pengawasan regulator telekomunikasi dan pengawas persaingan usaha. Sudah menjadi tugas Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) melakukan pengawasan terhadap tarif promosi operator telekomunikasi. Bukan malah melakukan pembiaran terhadap promo tarif murah operator. Alamsyah juga mengkritisi lambannya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merespons perang harga. Operator telekomunikasi yang melakukan promo berulang-ulang dan menjual produk di bawah harga produksi, seharusnya bisa menjadi indikasiuntuk menyelidikipelanggaran persaingan usaha tidak sehat. Pemberian tarif promo yang dilakukan operator telekomunikasi sudah mengarah ke predatory pricing. “Pembiaran yang dilakukan oleh KPPU itu yang menurut Ombudsman adalah mal administrasi,” terang Alamsyah, dalam pernyataan tertulis, kemarin. Leonardo Henry Gavaza, analis saham Bahana Securities, menyayangkan maraknya perang harga. Padahal industri padat modal ini belum pulih dari aksi perang harga yang dilakukan oleh operator telekomunikasi di tahun 2008 yang lalu. Menurutnya, jika XL dan Indosat terus melakukan perang harga, profitabilitas mereka bisa terpuruk. “Jika Telkomsel terpancing menurunkan tarif, kemungkinan Indosat dan XL bisa mati. Jika Indosat dan XL mati, dominasi Telkomsel akan semakin kuat lagi. Ujungnya industri telekomunikasi nasional yang terpuruk,”papar Leo.