JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memastikan, penyusunan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Biro Kredit tidak akan selesai tepat waktu, yakni akhir semester I-2011. Bank sentral memprediksi, calon beleid itu baru rampung paling lambat akhir tahun ini. Joni Swastanto, Direktur Perizinan dan Sistem Informasi Perbankan BI, mengatakan, pembuatan PBI molor karena BI masih mengkaji data-data sistem informasi debitur (SID) yang bisa dibagi ke publik dan tidak bisa dibagikan. "Semester I sebentar lagi berakhir. Kami hingga kini belum juga mengajukan rancangan PBI agar masuk dalam bahasan rapat Dewan Gubernur (RDG) BI," ujarnya pekan lalu. Sejauh ini BI sudah menentukan sistem yang akan digunakan, aturan main, bentuk pengawasan dan kepemilikan biro kredit. Format biro kredit, nantinya akan mengarah kepada sistem di Malaysia. Negeri jiran tersebut memberlakukan dua jenis biro kredit, yakni milik pemerintah, dalam hal ini bank sentral, dan milik swasta.
BI beralasan, sistem ini bisa menciptakan kepercayaan di kalangan bankir dan masyarakat. Karena sistemnya masih milik BI, maka bank merasa aman dan yakin melaporkan data-data para nasabahnya. Kalau biro kredit hanya dikelola swasta seperti Thailand, mungkin timbul ketidakpercayaan. "Konsep ini masih bisa berubah jika nantinya RDG memutuskan berbeda," kata Joni. BI melibatkan swasta dalam biro kredit karena swasta lebih mudah dan variatif serta canggih dalam membuat produk. Adapun BI akan bertindak sebagai pengawas dari biro kredit tersebut. Dari sisi pemegang saham, BI akan mensyaratkan kepemilikan biro kredit minimal dua pihak, sesuai aturan kepemilikan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Sementara biaya akses, akan meniru pola yang berlaku umum di luar negeri. "Berapa besar biayanya tergantung pasar," kata Joni. Mencegah fraud