Peraturan Menteri Keuangan tentang kenaikan tarif cukai rokok dikebut



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan mempercepat penerbitan peraturan menteri keuangan (PMK) terkait tarif cukai tembakau yang bakal berlaku tahun 2019. Selain mengatur besaran kenaikan tarif cukai rokok, PMK tersebut juga akan memastikan kelanjutan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau.

Selama ini, PMK terkait tarif cukai rokok keluar pada November atau akhir tahun, kemudian berlaku efektif mulai awal tahun depan. "Semakin cepat semakin bagus. Supaya memberikan kesempatan ke semua pihak yang concern untuk melihat dan menyesuaikan," jelas Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi di sela-sela rapat kerja di DPR Senin (23/7).

Meski demikian, ia masih merahasiakan rencana kenaikan tarif cukai rokok pada tahun depan. Yang jelas, faktor-faktor yang digunakan untuk menghitung kenaikan tarif cukai rokok tidak berubah. "Kami memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dan juga beberapa faktor yang lain, seperti kesehatan, penerimaan, industri, petani, dan pengaruh tarif terhadap peredaran rokok yang ilegal," terang Heru.


Dengan indikator tersebut, kenaikan tarif cukai rokok tahun depan kemungkinan sama seperti tiga tahun terakhir. Sejak 2016 rata-rata tarif cukai rokok hanya naik 10%.

Bersamaan itu, pemerintah juga akan menyederhanakan struktur tarif cukai hasil tembakau melalui pengurangan layer rokok. Hal ini sesuai dengan PMK 146/2017 tentang tarif cukai hasil tembakau. Beleid itu menyatakan jumlah layer rokok berkurang secara bertahap sejak tahun 2018 hingga 2021 (lihat tabel).

Heru mengakui kenaikan tarif cukai dan pengurangan layer memberatkan pengusaha rokok. Namun PMK itu sudah menjadi road map pengendalian hasil tembakau. "Itu sudah road map. Bila road map-nya berubah akan jadi sulit," tegas Heru.

Heru menyatakan, adanya road map tersebut seharusnya sudah merupakan persetujuan dari pihak-pihak dunia usaha. "Komunikasi sudah kami lakukan sebelum PMK 146 itu ditetapkan dan waktu itu tentunya sudah melalui proses sangat panjang dan komunikatif. Sehingga normalnya itu sudah menjadi pemahaman bersama, tapi tentunya dalam perkembangannya ada masukan-masukan tentunya kami akan dengarkan," papar Heru.

Kepada KONTAN, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengaku, bahwa pelaku industri kaget dengan PMK 146 yang menjadi road map cukai rokok di Indonesi. Sebab, tidak pernah ada diskusi yang intens dengan pemerintah terkait ini.

Pengusaha keberatan dengan kebijakan itu. Sebab, ditambah kenaikan tarif cukai setiap tahun, beban pengusaha dobel. "SPM (sigaret putih mesin) dan SKM (sigaret kretek mesin) disatukan. Ibaratnya kami Toyota, maka akan kena pajak dobel karena punya Lexus dan Avanza, padahal perusahaannya beda. Kalau di rokok, sungguh pun Nomor Pokok Perusahaan Barang Kena Cukai (NPPBKC) beda, tapi dikumulatif, padahal jenisnya beda, jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie