Perawatan pesawat lebih laris di luar negeri



JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Perawatan Pesawat Indonesia atau Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) Richard Budihadianto mengatakan, biaya pemeliharaan pesawat di Indonesia mencapai US$ 900 juta. Sayangnya, kata dia, 60% dari biaya itu mengalir ke luar negeri.

Menurut dia, penerbangan lebih memilih melakukan pemeliharaan di luar negeri. "Biayanya (maintenance) US$ 900 juta dan yang dikerjakan di Indonesia kurang lebih dari 35%-40%," ujar Richard Budihadianto dalam diskusi mengenai industri penerbangan di Jakarta, Selasa (24/3).

Dia mengatakan, fasilitas perawatan pesawat di Indonesia memang masih kecil. Akibatnya, bisnis perawatan pesawat ini hanya bisa terserap 35%-40% di dalam negeri.


Salah satu perusahaan yang menyerap kebutuhan perawatan pesawat saat ini kata dia baru GMF AeroAsia, anak perusahaan Garuda Indonesia. "GMF menyerap 60%-70% (dari 40% penyerapan perbaikan pesawat dalam negeri)," kata dia.

Lebih lanjut Richard mengatakan, setiap maskapai penerbangan harus siap menyediakan suku cadang di setiap bandara yang menjadi rute terbangnya. Cara ini lebih efisien apabila pesawat mengalami kerusakan mesin.

"Contoh Garuda dan Citilink yang menyediakan suku cadang di hampir seluruh 40 destinasi. Karena kalau tidak ada itu bisa tak efisien. Karena, kalau rusak pesawatnya di ujung timur bisa butuh waktu sehari untuk bawa sparepart," kata dia. (Yoga Sukmana)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia