KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada kuartal III-2023 mencapai 4,9% secara tahunan atau
year on year (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari perkiraan semula. Plus, angka pertumbuhan tersebut meningkat bila dibandingkan dengan kuartal II-2023 yang sebesar 4,7% yoy. Mengutip CNBC Internasional, sejumlah pihak menyoroti penguatan perekonomian AS tersebut akan mendorong bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk menjaga kebijakan tetap ketat.
Walaupun banyak pihak juga yang berbeda pendapat. Mereka yakin tidak ada peluang kenaikan kembali suku bunga The Fed pada pertemuan November 2023.
Baca Juga: Aset Safe Haven dan Minyak Masih Akan Jadi Andalan pada 2024 Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, masih ada kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed pada akhir tahun ini. Salah satunya, didorong data pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Namun, Josua melihat kemungkinan kenaikan hanya satu kali. Plus, kemungkinan besar akan terjadi pada Desember 2023. "Secara konservatif, cukup besar kenaikan di Desember 2023. Setelah itu akan cenderung The Fed menahan suku bunga acuan," tutur Josua kepada
Kontan.co.id, Minggu (29/10). Dengan demikian, ruang penguatan dolar AS akan makin terbatas. Sehingga, ini akan memberi kabar baik bagi pergerakan nilai tukar rupiah. Apalagi, sejak September 2023 nilai tukar rupiah cukup tertekan karena perkasanya dolar AS. Nah, Josua melihat kemungkinan penguatan Rupiah pada akhir tahun 2023.
Baca Juga: Menebak Arah IHSG di Tengah Pelemahan Rupiah dan Rilis Laporan Keuangan Secara konservatif, ia memperkirakan Rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.600 hingga Rp 15.700 per dolar AS. Namun, ini juga dengan catatan, tidak ada kenaikan suku bunga acuan AS lagi dan The Fed akhirnya akan memberi penegasan bahwa suku bunga acuan akan mulai turun pada semester II-2023. "Ini akan menaikkan kepercayaan investor untuk mulai masuk lagi ke aset yang berisiko. Tentu menjadi kabar baik bagi salah satunya nilai tukar rupiah," tambahnya. Hanya, Josua mengingatkan. Saat ini kebijakan The Fed bukan satu-satunya sentimen yang diperhatikan oleh pelaku pasar keuangan. Yang menjadi topik hangat saat ini adalah berlangsungnya perang di Timur Tengah.
Baca Juga: Sepekan Terakhir, IHSG Disetir Sentimen dari Amerika Serikat Selama ini masih memanas, ketidakpastian pasar keuangan global tetap akan tetap bertahan. Kendati demikian, Josua memandang sebenarnya Indonesia masih memiliki amunisi yang cukup dalam menjaga otot Rupiah di tengah ketidakpastian global. Ini dengan cadangan devisa yang masih cukup. Plus berbagai instrumen yang dikeluarkan BI untuk mempertahankan suplai valas dalam negeri. Kebijakan tersebut adalah term deposit valas Devisa Hasil Ekspor (DHE), Sekuritas Rupiah BI (SRBI), juga yang akan meluncur November 2023, yaitu Sekuritas Valas BI (SVBI) dan Sukuk Valas BI (SUVBI). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli