KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai menerapkan penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi. Hal ini sebagai salah satu langkah perbaikan tata kelola sektor perikanan. Sebelumnya, penarikan PNBP dilakukan secara pra-produksi. Melalui cara tersebut, PNBP pungutan hasil perikanan (PHP) dibayar pada saat sebelum melaut. Yaitu pada saat pengurusan perizinan atau surat izin penangkapan ikan (SIPI). PNBP dibayar untuk setahun ke depan. Berapapun volume produksi yang diperoleh, PNBP yang dibayarkan tetap sama.
Melalui mekanisme pasca produksi, saat pelaku usaha mengurus SIPI tidak dipungut PNBP/gratis. PNBP hasil perikanan dibebankan pada setiap volume ikan yang ditangkap pada setiap trip penangkapan ikan setelah kapal melakukan operasi penangkapan ikan.
Baca Juga: KKP Tindak Kasus Tumpahan Aspal Mentah yang Cemari Perairan Nias Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, regulasi harga acuan ikan yang menjadi komponen dalam menetapkan pungutan PNBP pascaproduksi sudah terbit. Penetapan PNBP Pascaproduksi diatur dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. KKP telah menerbitkan sejumlah peraturan turunan dalam melaksanakan pungutan PNBP Pascaproduksi, salah satunya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 21 tahun 2023. Trenggono mengakui, penyesuaian harga acuan ikan tidak hanya mempertimbangkan masukan para pelaku usaha perikanan. Akan tetapi juga mempertimbangkan harga pokok produksi atau biaya operasional. Oleh karena itu, dia meminta penyesuaian tersebut dipatuhi sehingga produktivitas perikanan tangkap yang ramah lingkungan di dalam negeri berjalan optimal. "Nelayan langsung yang hidupnya bergantung dari laut, ini yang ingin kita sejahterakan. Caranya adalah sumber daya perikanan yang diambil oleh pelaku usaha penangkapan dari laut, juga harus dibagi dalam bentuk PNBP Pascaproduksi tadi yang bisa kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat nelayan," jelas Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono dalam konferensi pers, Selasa (28/2).
Baca Juga: Stabilkan Harga Pangan, Pemerintah Belanjakan Rp 860 Miliar di Awal Tahun Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini memproyeksikan, penerapan PNBP pasca produksi berdampak pada peningkatan penerimaan PNBP. Yakni sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat. "Realistisnya mungkin sekitar Rp 2 triliun (PNBP di 2023)," ucap Zaini. Sementara itu, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Adin Nur Awaludin mengatakan, pihaknya akan memperkuat pengawasan seiring pelaksanaan PNBP Pascaproduksi. Pengawasan dilakukan melalui teknologi serta patroli langsung di laut. Penerapan PNBP Pascaproduksi didukung oleh infrastruktur teknologi salah satunya aplikasi e-PIT yang akan dipakai pelaku usaha untuk menginput jumlah hasil tangkapan. Dari sistem ini jugalah, pelaku usaha akan mengetahui secara otomatis besaran PNBP Pascaproduksi yang harus dibayarkan ke negara.
Baca Juga: Target Ekspor Perikanan Tahun Ini US$ 6,7 Miliar Adapun pada tahap awal terdapat 77 pelabuhan perikanan di Indonesia yang siap melaksanakan PNPB Pascaproduksi. Kapal perikanan yang sudah mengantongi izin PNBP Pascaproduksi per Februari sebanyak 576 kapal. Ketua Bidang Peternakan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hendra Sugandhi mengatakan, PNBP pasca produksi sebenarnya lebih adil. Namun masalahnya kebijakan diskriminatif komponen tarif PHP 5% dan 10 %. Khususnya kapal diatas 60 GT (gross tonnage) tarif 10% dikali omzet kotor (nilai produksi ikan) akan sangat memberatkan nelayan pelaku usaha penangkapan ikan. Menurutnya, nilai PNBP bisa mengambil lebih dari 50% net income nelayan jika asumsi payback periode 5 tahun.
Baca Juga: Terkait Harta Pejabat Pajak Rafael Alun yang Fantastis, Ini Komentar Sri Mulyani Hendra menilai, beban nelayan bertambah berat dengan kenaikan harga patokan ikan. Ditambah lagi denda apabila melakukan pelanggaran wilayah. "Pelaku usaha cenderung tidak akan memilih tarif PHP yg 2 kali lipat jauh lbh tinggi, sehingga akibatnya ukuran kapal penangkapan ikan akan cenderung semakin mini/kerdil," ujar Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (28/2). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli