Perbanas: Divestasi perbankan butuh ongkos besar



JAKARTA. Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menyoroti besarnya potensi dana yang dibutuhkan jika Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai kepemilikan saham mayoritas jadi diterapkan. Pasalnya, aturan itu bisa menimbulkan konsekuensi divestasi dari pemilik sekarang.

“Kalau benar ada pembatasan, lalu ada sejumlah bank yang harus dilepas sekian persen sahamnya, siap tidak pembelinya? Modalnya cukup tidak kalau pembeli domestik? Kalau kita tidak siap, jatuhnya nanti ke investor asing yang mampu. Paling tidak dibutuhkan dana puluhan triliun,” Sigit menilai, Selasa (15/5).

Oleh karena itu, Perbanas mengimbau agar sebelum aturan tersebut betul-betul diluncurkan, Bank Indonesia (BI) melakukan simulasi yang teliti. Berapa banyak bank yang pemiliknya berpotensi melakukan divestasi. Pengkajian juga harus secermat mungkin dan melibatkan diskusi dengan banyak pemangku kepentingan. Termasuk permerintah, yang juga menjadi pemilik saham di bank-bank BUMN.


“Pemerintah juga harus ditanyakan, akan dirugikan atau tidak? Kalau dikecualikan kan tidak adil, makanya harus ditanya dulu,” ujar Sigit.

Perbanas juga mengingatkan supaya aturan ini tidak berlaku surut. Sehingga, para investor yang sudah masuk lebih dulu ke Indonesia tidak terkena. Selain itu, pemberlakuannya harus merata, termasuk kepada bank-bank pelat merah.

Ia mengulas, pembatasan kepemilikan saham bukan satu-satunya cara jika BI ingin mencegah terjadinya pelarian dana nasabah dari pemilik bank terulang kembali. BI juga perlu memastikan bahwa investor atau pemilik bank tersebut harus memiliki amanah. Apabila BI meloloskan calon pemilik pada saat fit & proper test dan ternyata di kemudian hari oknum tersebut bermasalah, maka BI bertanggung jawab sepenuhnya.

“Betul di masa lalu ada pemilik bank yang tidak amanah, tapi ada juga yang amanah. Ketika Robert Tantular membuat masalah di Bank Century, dia bukan pemegang saham mayoritas. Pemilihan pemilik bank harus ketat sekali,” ungkap Sigit.

Ia melanjutkan, mengecilkan porsi kepemilikan tidak lantas memecahkan persoalan. Ada sejumlah argumentasi. Ada pihak yang menilai bank bermasalah lantaran terlalu banyak pemilik dan tidak jelas siapa yang bertanggung jawab. Namun, jumlah pemilik yang sedikit juga belum tentu juga jadi jaminan. Ada saja kasus pemilik kabur dan tidak bertanggung jawab.

“Tidak berarti pemilik bank dipecah-pecah aman. Belum tentu,” kata Sigit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: