JAKARTA. Ketua Persatuan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai, saat ini perekonomian Indonesia sudah tertular krisis. Ada empat indikator yang menurut Sigit menjadi sinyal kondisi krisis tersebut.Indikator tersebut adalah melemahnya indeks harga saham gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS fluktuatif, dan menipisnya likuiditas valuta asing (valas). Ditambah lagi ada persoalan defisit neraca perdagangan. "Impor kita lebih besar daripada ekspor. Dampak krisis ini benar-benar sudah menular ke kita (Indonesia). Krisis bukan lagi di depan pintu gerbang, tapi sudah di halaman kita. Kita harus waspada,” ujar Sigit, Selasa (12/6).Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per April 2012 neraca perdagangan Indonesia defisit US$ 641 juta. Defisit ini merupakan yang pertama kali sejak krisis ekonomi pada empat tahun lalu.Bagi perbankan, lanjut Sigit, kondisi ini harus disikapi dengan berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Terutama, kredit dalam mata uang dollar AS. Perbankan harus betul-betul dimonitor. Masing-masing bank menurutnya harus menghitung posisi aman terkait kekuatan likuiditas dan melakukan stress test.“Dalam situasi seperti ini yang tepat, pemerintah melakukan simulasi protokol krisis. Disinkronkan antara Kementrian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Krisis tidak bisa dihindari. Regulator maupun pelaku harus siap-siap menghadapinya,” kata Sigit.Lebih lanjut, dia menyebut, Kementrian Keuangan, BI, maupun LPS harus bisa memberikan simulasinya masing-masing terkait protokol manajemen krisis. Ketiganya pun harus saling mengetahui simulasi masing-masing. Tujuannya, agar tidak terjadi kehebohan politik seperti pada krisis 2008. “Harus jelas siapa penanggunjawabnya,” ujar Sigit.Pekan lalu, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sudah menyepakati kerangka kerja sama yang membahas mekanisme koordinasi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Hal ini selaras dengan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang merupakan amanat dari pasal 44, 45, 46 dalam UU OJK.“Sekarang OJK belum berfungsi. Kewenangan terkait moneter masih sepenuhnya berada di Bank Indonesia sampai 2013. Makanya, simulasi harus betul-betul dibuat,” kata Sigit. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Perbanas: Indonesia sudah tertular krisis
JAKARTA. Ketua Persatuan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai, saat ini perekonomian Indonesia sudah tertular krisis. Ada empat indikator yang menurut Sigit menjadi sinyal kondisi krisis tersebut.Indikator tersebut adalah melemahnya indeks harga saham gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS fluktuatif, dan menipisnya likuiditas valuta asing (valas). Ditambah lagi ada persoalan defisit neraca perdagangan. "Impor kita lebih besar daripada ekspor. Dampak krisis ini benar-benar sudah menular ke kita (Indonesia). Krisis bukan lagi di depan pintu gerbang, tapi sudah di halaman kita. Kita harus waspada,” ujar Sigit, Selasa (12/6).Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per April 2012 neraca perdagangan Indonesia defisit US$ 641 juta. Defisit ini merupakan yang pertama kali sejak krisis ekonomi pada empat tahun lalu.Bagi perbankan, lanjut Sigit, kondisi ini harus disikapi dengan berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Terutama, kredit dalam mata uang dollar AS. Perbankan harus betul-betul dimonitor. Masing-masing bank menurutnya harus menghitung posisi aman terkait kekuatan likuiditas dan melakukan stress test.“Dalam situasi seperti ini yang tepat, pemerintah melakukan simulasi protokol krisis. Disinkronkan antara Kementrian Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Krisis tidak bisa dihindari. Regulator maupun pelaku harus siap-siap menghadapinya,” kata Sigit.Lebih lanjut, dia menyebut, Kementrian Keuangan, BI, maupun LPS harus bisa memberikan simulasinya masing-masing terkait protokol manajemen krisis. Ketiganya pun harus saling mengetahui simulasi masing-masing. Tujuannya, agar tidak terjadi kehebohan politik seperti pada krisis 2008. “Harus jelas siapa penanggunjawabnya,” ujar Sigit.Pekan lalu, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sudah menyepakati kerangka kerja sama yang membahas mekanisme koordinasi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Hal ini selaras dengan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang merupakan amanat dari pasal 44, 45, 46 dalam UU OJK.“Sekarang OJK belum berfungsi. Kewenangan terkait moneter masih sepenuhnya berada di Bank Indonesia sampai 2013. Makanya, simulasi harus betul-betul dibuat,” kata Sigit. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News