Perbankan alihkan segmen nasabah KPR akibat LTV



JAKARTA. Aturan pembatasan besaran kredit Loan To Value (LTV) membuat perbankan mengubah segmen KPR bidikannya. Saat ini perbankan jadi lebih melirik pada pembiayaan KPR tipe menengah ke bawah.

Senior Executive Vice President Consumer Finance PT Bank Mandiri Tbk, Tardi mengungkapkan, sebelumnya, rata-rata kredit properti di angka Rp 320 juta per akun. Namun saat ini turun menjadi Rp 250 juta per akun untuk KPR.

Tardi menjelaskan, peralihan segmen nasabah KPR terjadi karena nasabah segmen menengah ke atas mengalihkan pembiayaan kepemilikan perumahan mereka dari KPR ke mencicil langsung ke developer.


Jika sebelumnya 70% nasabah tajir memilih mencicil melalui KPR bank dan 30% mencicil pada pengembang, saat ini terjadi kebalikannya. Yaitu hanya sebesar 30% yang memilih menggunakan pembiayaan melalui bank sedangkan sisa 70% memilih mencicil pada developer.

"Kalau yang beli rumah Rp 1 miliar ke atas biasanya sudah punya KPR. Nah, yang sudah punya KPR tidak boleh beli rumah dengan menggunakan KPR lagi. KPR boleh, tapi kalau bangunan sudah jadi. Developer tidak mau karena mereka butuh cashflow. Jadi ya, nasabah beralih mencicil langsung ke developer dengan menggunakan skema cicilan bisa 48 kali atau 60 kali cicilan," ujarnya, Senin (8/9).

Tardi mengatakan, pemberlakuan aturan ini memperlambat kinerja bisnis KPR, utamanya segmen menengah atas. Itu sebabnya, tahun ini Bank Mandiri menurunkan target pertumbuhan KPR dari 23% menjadi 10,3%.

"Kami bisa sesuai target saja sudah bagus. Terutama yang segmen menengah ke atas pindah ke in house jadi KPR turun," jelas Tardi.

Darmadi Sutanto, Direktur Konsumer dan Ritel PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk mengungkapkan, aturan LTV ini berimbas pada achievement target. Ia mencontohkan, jika nasabah membeli rumah seharga Rp 1 miliar dengan menggunakan KPR dan dapat mencairkan dana mencapai Rp 800 juta, namun dengan aturan LTV ini, bank hanya boleh mencairkan dana sebesar Rp 700 juta dan sisanya ditanggung oleh nasabah sebagai uang muka.

Pencairan dana sebesar Rp 700 juta itu pun harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pembangunan fisik rumah. "Pencairan secara bertahap ini membuat kami tidak bisa capai target. Tapi sisi baiknya, membuat harga rumah tidak naik tinggi dan kualitas kredit lebih terjaga," ujar Darmadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan