Perbankan Bakal Mengerem Laju Kredit, Ini Alasannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan perbankan ke depan semakin berat di tengah kenaikan suku bunga serta tekanan ekonomi global maupun domestik. Kondisi tersebut bakal berdampak terhadap ekspansi kredit  ke depan.

Kenaikan suku bunga tentu akan mendorong biaya dana, yang pada akhirnya bakal menekan laba bersih bank di tengah kondisi likuiditas yang mulai mengetat. Sedangkan tekanan ekonomi global akan menambah besar risiko kredit perbankan tahun ini.

Oleh karena itu, beberapa bank mengambil strategi untuk mengerem ekspansi kredit tahun ini setelah melaju kencang pada kuartal pertama. Target pertumbuhan kredit direvisi sedikit turun.


Bank Tabungan Negara (BTN), misalnya, memutuskan menekan pertumbuhan kredit di kisaran 10%-11%. Per Maret 2024, kredit bank ini naik 14,8% secara tahunan.

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengungkapkan, strategi itu diambil sebagai upaya menghadapi era suku bunga tinggi yang bakal mendorong beban bunga jadi tinggi. "Kami ingin menekan pertumbuhan kredit karena saat ini likuiditasnya mahal," ujar Nixon, Kamis (25/4).

Baca Juga: Realisasi KUR Rp 54,3 T Per April 2024, Sebagian Besar Disalurkan BRI

Likuiditas BTN mulai tercermin dari rasio LDR yang turun jadi 96,2% dari 93,8% pada Maret 2023. Rasio dana murah BTN turun dari 52,2% ke level 49,9%.

Nixon berharap dengan kredit yang tumbuh lebih kecil merupakan langkah rasional di kala biaya untuk mendapatkan dana lebih mahal.

BRI juga memilih menurunkan target kredit tumbuh di kisaran 10%-12% dari sebelumnya 11%-12%. Per Maret 2024, kreditnya naik 10,9%.

Langkah itu BRI laksanakan karena melihat risiko kredit kuartal II 2024 mulai meningkat. "Hingga Juni 2024, BRI akan menyalurkan kredit secara moderat. Target kredit BRI tiga bulan ke depan pun akan diperketat," kata Sunarso, Direktur Utama BRI.

Peningkatan risiko kredit di BRI tercermin pada kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL) dari 2,86% ke level 3,11% per Maret 2024.

Baca Juga: Laba Bersih Bank Danamon (BDMN) Tumbuh Mini pada Kuartal I-2024

Sunarso mengatakan, kondisi ekonomi sedang dibayangi ketidakpastian global. Faktor geopolitik mempengaruhi harga minyak, energi, dan pangan. Di dalam negeri, ada masalah ketersediaan pangan yang berdampak pada inflasi.

"Risiko yang paling dekat  adalah perebutan likuiditas. Hal itu pasti meningkatkan biaya dana, dan akhirnya berpengaruh pada kualitas kredit," kata Sunarso.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dina Hutauruk