KONTAN.CO.ID – JAKARTA.
Tahun 2025 membawa tantangan tersendiri bagi industri, tak terkecuali perbankan. Menyongsong tahun yang baru, perbankan berharap ada ruang pemulihan ekonomi yang signifikan agar kinerja industri bisa turut terdorong. Lesunya kinerja perbankan selama tahun 2025 nampak dari berbagai indikator. Dari sisi kredit, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit per November 2025 melambat menjadi 7,74% secara tahunan (year-on-year/YoY). Jika dibandingkan, pada November 2024 level pertumbuhannya masih mencapai 10,79% YoY dan pada Januari 2025 sebesar 10,27% YoY.
Jangan lupa, tahun ini pertumbuhan kredit juga sempat menyentuh level terendah sejak Maret 2022 atau dalam tiga tahun terakhir. Itu terjadi pada bulan Juli ketika kredit hanya tumbuh 7,03% YoY.
Baca Juga: Review Saham Perbankan di Tahun 2025: Bank Digital Melaju, Big Banks Loyo Tak cuman itu, sejumlah bank juga tak mampu menjaga pertumbuhan profitabilitas. Dari jajaran kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) IV, hanya Bank Central Asia (BCA) yang mampu menumbuhkan laba dalam sebelas bulan terakhir, yakni sebesar 4,35% YoY. Sisanya, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Mandiri, kompak membukukan koreksi pada pos labanya per November 2025. Yang mana, laba BRI terkoreksi 9,12% YoY, BNI 6,01% YoY, dan Bank Mandiri 6,41% YoY. Di tengah tekanan laba, Direktur Finance and Strategy Bank Mandiri Novita Widya percaya diri pengalaman menghadapi berbagai siklus ekonomi bisa menjadi amunisi dalam memperkuat manajemen risiko, permodalan, serta kesiapan operasional. Ke depannya, Novita bilang arah kebijakan bisnis Bank Mandiri bakal terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan. Untuk itu, bank menetapkan target pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) di level dua digit hingga akhir tahun nanti. “Kami melihat prospek ekonomi nasional yang tetap terjaga sebagai peluang untuk mempertahankan kinerja yang solid,” kata Novita. Di sisi lain, Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan melihat tahun depan masih bakal menantang. Faktor daya beli, yang menurutnya menjadi dalang utama pelemahan permintaan kredit dan belanja masyarakat tahun ini, diperkirakan belum akan menguat pada 2026. Secara likuiditas, Lani yakin bank bakal berada di level yang mencukupi. Hanya saja, likuiditas tak berarti banyak tanpa adanya permintaan. Itulah yang diwaspadai tahun depan.
Baca Juga: Investasi Dana Pensiun di Saham Capai Rp 24,66 Triliun per Oktober 2025 “Walaupun biaya dana berpotensi turun bertahap dan likuiditas akan cukup ample, permintaan untuk kredit dan investasi rasanya masih lemah,” sebut Lani. Meski begitu, ia tetap berharap bakal ada perbaikan. Harapan itu ia tumpukan pada peningkatan belanja pemerintah, seiring berjalannya program-program strategis. Menurutnya, efektivitas program pemerintah dapat menjadi katalis positif untuk iklim ekonomi tahun depan. Bank Tabungan Negara (BTN) juga melihat program pemerintah bisa menjadi mesin pendorong kinerja. Memang, bank dengan fokus kredit perumahan ini diuntungkan dengan berbagai insentif yang digelontorkan pemerintah untuk sektor properti. Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu membeberkan, bank telah mematok pertumbuhan kredit di kisaran 10–12% untuk tahun depan. Asal tahu saja, level itu sejalan dengan target pertumbuhan kredit industri yang dipatok BI di level 8%–12% untuk 2026. Nixon bilang ada dua motor pertumbuhan kredit BTN nantinya, yakni fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dan kredit program perumahan (KPP). “Satu produk saja sudah bisa mendorong pertumbuhan 8–9%, ditambah yang satu lagi bisa mencapai 10–12%,” terawang Nixon.
Baca Juga: OJK Perkirakan Dana Pensiun Tumbuh Dua Digit pada 2026, Tantangan Investasi Mengintai Target lainnya juga dipasang optimistis. Untuk DPK, Nixon bilang targetnya bisa tumbuh lebih masif daripada kredit. Sementara untuk laba, target pertumbuhannya dipasang di level double digit.
Bank Digital Fokus di Segmen Ritel
Bank-bank digital yang secara umum masih berupaya memperbesar skala cakupan nampaknya lebih optimistis menatap 2026. Presiden Direktur Krom Bank Indonesia Anton Hermawan mengungkapkan, pihaknya juga masih memasang target pertumbuhan kredit dan laba di level double digit untuk tahun depan. Anton menjelaskan, bank bakal memanfaatkan momentum-momentum pasar untuk menjaga pertumbuhan. Ia tak menampik faktor eksternal seperti perlambatan ekonomi global, fluktuasi harga komoditas, dan isu geopolitik bakal memengaruhi pertumbuhan yang akan datang. Namun begitu, menurutnya fokus pemerintah pada kesinambungan kebijakan fiskal dan moneter, serta meningkatnya ekonomi produktif dan kreatif, bakal mampu mendorong pertumbuhan industri. “Kami melihat likuiditas perbankan masih ample karena BI dan regulator menjaga stabilitas likuiditas melalui kebijakan moneter dan makroprudensial,” tutur Anton. Di tengah lesunya tren industri, Anton bilang pihaknya bakal menyasar sektor prioritas dalam penyaluran kredit, yakni sektor UMKM, konsumsi produktif, serta pembiayaan retail.
Baca Juga: Jamkrida Sumbar: Target OJK 90% UMKM 2028 Realistis Untuk diketahui, kredit UMKM dan konsumsi memang menjadi perhatian BI. Pasalnya, bank cenderung lebih hati-hati dalam penyaluran dua kredit itu. Alhasil, per November 2025 kredit UMKM terkontraksi 0,64% YoY. Sementara menurut data sementara BI, kredit konsumsi masih berhasil tumbuh 7,2% YoY. Senada, Direktur Utama Bank Neo Commerce Eri Budiono menyebut segmen ritel digital juga bakal tetap menjadi fokus utama bank, sebagaimana segmen tersebut adalah bisnis kredit inti bank. Pun, Bank Neo Commerce optimistis masih ada ruang pertumbuhan bagi penyaluran kredit ke depannya. Meskipun, memang, tak bakal signifikan.
“Kredit belum akan tumbuh pesat, tetapi akan sejalan dengan ekspektasi pemerintah mendorong tumbuhnya ekonomi di 2026,” sebut Eri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News