KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan tidak boleh melawan perkembangan teknologi jika ingin tetap tumbuh dan berkembang. Pelaku industri perbankan maupun regulator justru harus beradaptasi dan mencari peluang baru karena perkembangan teknologi tidak akan bisa dibendung. Salah satunya, membuka diri terhadap kemunculan
metaverse. Hal itu disampaikan Abiwodo, praktisi perbankan juga menjabat sebagai
Assistant Vice President BNI. Menurutnya, perlawanan hanya akan sia-sia, seperti halnya yang sudah pernah dilakukan bank-bank sentral terhadap mata uang kripto. "
Metaverse tak lagi sekadar konsep, dan teknologi
blockchain menjadi basis sistem interaksi dan transaksi yang kian relevan dan digandrungi. Di sinilah kemampuan bergaul dari digitalisasi perbankan diuji," kata Abiwodo, Jumat (14/10).
Perbankan di Tanah Air saat ini memang sudah mulai melihat potensi bisnis dari
metaverse. Ada beberapa bank yang sudah mengumumkan akan masuk ke
metaverse dengan menggandeng WIR Group seperti BNI dan BRI.
Baca Juga: Jalin Kerja Sama, BNI Bakal Dukung Peningkatan Operasional Pelayanan Bank Papua Sementara di luar negeri, JPMorgan mengumumkan telah masuk ke
metaverse. Bank terbesar di Amerika Serikat ini membuka kantor cabang dengan nama Onyx Lounge di Decentraland, dunia virtual berbasis
blockchain. Abiwodo menjelaskan,
metaverse merupakan kehidupan nyata dalam ruang dan waktu virtual. Semua serba virtual mulai
avatar atau perwakilan diri secara virtual, aset virtual, transaksi virtual, uang virtual, dan lain-lain. Setiap
avatar atau perwakilan virtual itu memiliki sertifikat hak milik yang diakui dunia, yang disebut NFT. Aset digital NFT ini tentu bisa diperjual-belikan. Semua kehidupan virtual ini berjalan di atas sistem
blockchain, sebuah teknologi yang diperlukan untuk transaksi menggunakan kripto yang menjadi mata uang di
metaverse. Blockchain ini semacam buku keuangan bersama, yang setiap transaksinya bisa terlacak dan dilihat publik. Kondisi ini yang kemudian menurutnya membuat perkembangan Web 3.0 semakin masif. Web3 ini mampu mendukung ekosistem
online yang terdesentralisasi berbasis
blockchain tadi. "
Blockchain dan mata uang kripto atau
cryptocurrency ini bak induk Decentralized Finance (DeFI) alias desentralisasi sistem keuangan. Sebuah sistem yang selama ini menjadi alasan utama adanya sistem perbankan," jelas Abiwodo. Dari situ, ia menyimpulkan bahwa digitalisasi perbankan harus adaptif dengan pasar
metaverse dan membuat bank tetap relevan dalam arus disrupsi ini. Bank harus bisa kawin dengan
metaverse karena
blockchain punya kelemahan yakni keamanan transaksi dan keamanan NFT sebagai sertifikat hak milik aset digital. "Bank bisa memberikan jasa kustodi untuk penyimpanan NFT,
cryptocurrency dan
digital wallet-nya," tambahnya. Menurut Abiwodo, investor pemula enggan menyerahkan kustodi aset digitalnya kepada pihak ketiga yang tidak dikenal. Sehingga keterlibatan bank, akan memunculkan kepercayaan investor bahwa aset mereka akan aman.
Baca Juga: Adira Finance Belum Buru-Buru Menaikkan Bunga Pinjaman Di kawasan Asia Tenggara ada Union Bank of Philippines, yang sudah menawarkan
crypto trading dan kustodinya. Bahkan di Indonesia sendiri, baru-baru ini bank umum milik pemerintah alias bank BUMN mulai melibatkan dirinya dalam ekosistem
metaverse, yakni Bank BNI.
Pada sisi teknologi
blockchain, Bank Indonesia (BI) telah memastikan kalau Central Bank Digital Currency (CBDC) atau rupiah digital akan memanfaatkan teknologi
blokchain. Semua distribusi rupiah digital akan memanfaatkan
blockchain. Langkah ini sejalan dengan fokus sektor Presidensi Indonesia dalam G20, yaitu transformasi digital. Transformasi digital dinilai sebagai salah satu solusi utama dalam menggerakkan perekonomian di kala pandemi dan resesi global, dan sudah menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang baru. "Presidensi Indonesia berfokus kepada peningkatan kemampuan digital (
digital skills) dan literasi digital (
digital literacy) guna memastikan transformasi digital yang inklusif dan bisa dinikmati seluruh negara." pungkas Abiwodo. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi