KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang jumbo yang dimiliki oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya sedikit banyak memberikan efek domino bagi perbankan yang menjadi kreditur. Dalam hal ini, berdampak pada kinerja saham bagi bank yang merupakan perusahaan publik. Jika melihat pergerakan saham emiten bank kreditur dalam kurun waktu sebulan terakhir, dimana isu utang jumbo BUMN Karya pertama kali mencuat, maka kenaikan maupun penurunannya cenderung minim. Misal, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang merupakan kreditur terbesar dari BUMN Karya mencatat harga sahamnya saat ini Rp 5.100. Dalam sebulan terakhir, saham BMRI hanya naik 0,49%.
Contoh lainnya, ada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang saat ini harga sahamnya di level Rp 9.300. Serupa, saham BBNI hanya mencatatkan kenaikan 1,09% dalam sebulan terakhir.
Baca Juga: Banyak Bank Terpapar Utang Jumbo BUMN Karya, Ini Kata OJK Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji mengungkapkan, dengan adanya isu utang jumbo tersebut membuat harga saham perbankan terutama Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 4 terlihat sideways. Ia melihat saat ini investor tengah menanti bagaimana nantinya proses restrukturisasi dari utang BUMN Karya tersebut dilakukan. Kenaikan yang masih tercatat pun juga masih ada dampak dari kinerja keuangan di kuartal pertama yang positif. Sedikit berbeda, Nafan menilai dampak utang akan lebih terasa bagi saham emiten perbankan yang bukan dalam KBMI 4. Itu lebih disebabkan oleh likuiditas yang mungkin minim dan net interest margin (NIM) yang tak begitu besar. “Kalau dari bank-bank non KBMI 4, mereka akan dihadapkan dengan tingginya NPL misalnya, itu akan menciptakan persepsi bagi investor terkait risk profile,” tambah Nafan. Tak hanya itu, Nafan menyebutkan bahwa saham perbankan yang bukan KBMI 4 juga memiliki pergerakan yang secara jangka panjang juga tidak konsisten. Dalam hal ini bisa berubah-ubah tren, mulai dari uptrend atau downtrend. Oleh karenanya, ia bilang saat saham-saham perbankan yang layak dikoleksi hanya bank-bank yang masuk KBMI 4. Sebaliknya, bank-bank di luar itu masih not rated. “karena kalau dilihat dari valuasinya premium, likuiditas belum bisa memadai jika dibandingkan bank KBMI 4,” jelasnya. Sementara itu, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy bilang bahwa dampak baru akan terlihat jika nantinya utang-utang tersebut sudah digolongkan gagal bayar dan menjadi NPL. Jika hal tersebut terjadi, maka Budi menyebutkan investor bisa menurunkan valuasi dari emiten bank yang menjadi kreditur ini. Sebaliknya, jika kondisi tersebut belum terjadi, ada kemungkinan saham tak banyak berdampak karena laporan keuangan masih terlihat bagus. “Kalau write off dilakukan dalam satu periode tentu dampaknya akan menjadi besar, laba yang dihasilkan jika dibandingkan dengan yang tidak write off akan tergerus 20% lebih,” jelasnya. Dengan kondisi tersebut, Budi menilai dampak dari kinerja sahamnya bisa jadi akan bersifat jangka menengah. Oleh karenanya, ia bilang saat ini lebih merekomendasi saham perbankan yang tidak menyalurkan kredit ke BUMN Karya. “Bank yang punya eksposure ke BUMN Karya sedikit atau tidak sama sekali ini mendapatkan momen bagus untuk valuasinya membaik. Jadi ini membuat sentimen negatif bagi perbankan” ujarnya.
Baca Juga: Kisruh Emiten BUMN Karya Tidak Akan Mempengaruhi Total Kapitalisasi Pasar BUMN Sedikit berbeda, CEO Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo menilai tak ada dampak signifikan dari permasalahan utang BUMN Karya ini terhadap kinerja saham perbankan. Alasannya, ia justru melihat kapitalisasi pasar perbankan saat ini terus membesar. Ia melihat saham-saham perbankan ini masih mampu mencatatkan kenaikan didorong oleh kinerja keuangan perusahaan di kuartal pertama 2023 ini. Dimana, pertumbuhan laba masih dicatatkan. “Sebulan terakhir, saham bank-bank yang turun justru kebanyakan ban digital yang tidak memiliki eksposure di BUMN Karya,” ujar Praska.
Selain itu, ia melihat juga saham-saham beberapa emiten bank ini sudah tergolong price in. Dimana catatan positif laporan keuangan sejalan dengan kenaikan saham beberapa bank yang beberapa kali juga menyentuh all time high. Oleh karenanya, Praska merekomendasikan saat ini saham-saham yang masih layak dikoleksi adalah adalah PT Bank Danamon Tbk (BDMN), PT Bank BTPN Tbk (BTPN), PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). “Secara teknikal dan valuasi masih menarik secara PBV,” ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi