Perbankan Masih Hindari Kredit untuk Tekstil dan Mall



JAKARTA. Perbankan masih pilih-pilih dalam menyalurkan kredit. Berdasarkan survei yang dilakukan Bank Indonesia (BI) Juni 2009 lalu, para bankir masih menghindari penyaluran kredit ke beberapa sektor usaha. Diantaranya, industri garmen, tekstil, pengolahan kayu, dan properti terutama pembangunan mall.

Para bankir enggan mengucurkan kredit untuk beberapa sektor usaha tersebut lantaran mereka menilai prospek bisnisnya masih muram akibat krisis ekonomi global.

Tengok saja industri tekstil dan garmen yang di dalam negeri harus bersaing sengit dengan produk impor. Sementara permintaan dari pasar ekspor merosot.


Di sektor properti, para bankir enggan memberi kredit untuk pembangunan mall karena ruang mall sudah kelebihan pasok (oversupply).

Adapun di sektor usaha pengolahan kayu, bankir enggan memberi kredit karena sektor ini terkendala seretnya pasokan bahan baku.

Direktur Korporasi BNI Krishna R. Suparto mengakui perbankan selektif menyalurkan kredit. "Krisis membikin pangsa pasar mereka turun," ujarnya. Tapi untuk sektor properti, dia melihat yang bermasalah hanya sektor perumahan mewah, apartemen high class, dan mall. "Sedangkan untuk rusunami dan KPR masih kencang," katanya.

Sementara Direktur Bisnis Bank UOB Buana Safrullah Hadi Saleh mengatakan, penyaluran kredit properti oleh Bank UOB Buana turun 9%. Akhir tahun lalu, nilai penyaluran kredit di sektor properti masih sebesar Rp 3,1 triliun. Tapi, data terakhir menujukkan nilainya tinggal Rp 2,8 triliun.

Meski demikian, bukan berarti perbank menutup rapat keran kredit ke beberapa sektor tersebut. Corporate Secretary Bank Mega Donny Oskariat menuturkan, perbankan sebenarnya lebih fokus pada profil kualitas debitur ketimbang sektor. "Kalau sektornya bagus tapi kualitas debitur jelek ya sama saja," ujarnya.

Sebaliknya meski sektornya jelek tapi profil debitur bagus, "Kami tak segan mengucurkan kredit," kata Donny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie