Perbankan Perlu Waspadai Risiko Kredit Macet dari Paylater



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis Buy Now Pay Later (BNPL) bagi industri perbankan memiliki daya tarik tersendiri. Di sisi lain, tantangan kredit macet mulai membayangi bisnis ini.

Jika melihat data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Juni 2024, outstanding kredit paylater yang disalurkan oleh perbankan telah mencapai Rp 17,72 triliun. Pencapaian ini mencerminkan pertumbuhan sebesar 47,72% secara tahunan (YoY).

Hal tersebut sejalan dengan jumlah rekening pengguna paylater yang juga mengalami kenaikan, dengan total mencapai 17,48 juta rekening pada periode yang sama, naik dari 17,26 juta rekening pada bulan sebelumnya.


Adapun Berdasarkan data PT Pefindo Biro Kredit atau IdScore, kredit macet buy now pay later (BNPL) tercatat sebesar Rp1,42 triliun pada Juni 2024. Penyumbang  kredit macet paylater terbanyak berada pada rentang usia 30-40 tahun yang mencapai Rp540 miliar atau sebesar 38,03%. Disusul oleh rentang usia bawah 20-30 tahun sebesar 31,7% mencapai Rp 450 miliar.

Baca Juga: Transaksi Kartu Kredit Tetap Merekah di Tengah Maraknya Bisnis Paylater

Industri perbankan memang tengah ramai merambah ke bisnis paylater. Seperti BCA (BBCA), Bank Mandiri (BMRI), dan Allo Bank yang lebih dulu telah menghadirkan layanan paylater. Adapun Bank CIMB Niaga (BNGA), BTN (BBTN) dan BSI (BRIS) juga tengah mematangkan persiapan untuk ikut menyasar segmen ini.

PT Bank Central Asia (BCA) mencatat, per Juni 2024, pengguna layanan Paylater BCA hampir mencapai 119 ribu nasabah. Jumlah ini tumbuh 125% dibandingkan posisi Desember 2023. Adapun secara outstanding telah mencapai Rp 250 miliar per Juni 2024, tumbuh 111% dibandingkan posisi Desember 2023.

Di sisi lain, Direktur BCA Santoso mengungkapkan, rasio kredit bermasalah (NPL) Paylater BCA terjaga di bawah 2%. BCA disebut Santoso senantiasa menyalurkan kredit, termasuk paylater, secara prudent serta mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko disiplin.

"Yang terpenting adalah kualitas kredit, kualitas kredit kami lihat posisi bulan Juni itu masih terjaga di bawah 2%. Jadi artinya, secara kualitas tetap prudent dan baik. Jadi ini hanya untuk menunjukkan kita terus menjaganya karena kualitas dengan juga pertumbuhan customer dan portfolio itu menjadi baik," kata Santoso kepada kontana.co.id, beberapa waktu lalu.

Pihaknya berharap tingkat NPL Paylater BCA tetap terjaga di level yang manageable hingga akhir tahun.

Baca Juga: Perbankan Syariah Perbesar Penyaluran Pembiayaan ke Sektor UMKM

Selaras dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang positif pada 2024, pihaknya berharap transaksi menggunakan Paylater BCA akan terus meningkat sehingga berdampak pada pertumbuhan kredit konsumer BCA.

Paylater BCA memiliki limit kredit hingga Rp20 juta dengan suku bunga cicilan kompetitif dari 0% per bulan untuk 1 dan 3 bulan, serta suku bunga 1,25% per bulan untuk 6 dan 12 bulan, berlaku hingga September 2024. Nasabah dapat memanfaatkan fitur ini sebagai alternatif untuk melakukan pembayaran dengan menggunakan QRIS minimal Rp 100.000.

Adapun Indra Utoyo, Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) mengungkapkan, pertumbuhan Paylater selama ini cukup baik dimana Bank terus menerapkan strategi dengan memperluas kemitraan dengan Mobile Operator, platform belanja online, dan merchant lainnya untuk memperluas jangkauan dan penggunaan PayLater.

"Promosi melalui kampanye pemasaran digital dan penawaran insentif menarik seperti cashback dan diskon khusus juga akan dilakukan untuk menarik lebih banyak pengguna," katanya.

Baca Juga: Transaksi dengan QRIS Makin Laris Manis

Indra mengatakan, seiring dengan pertumbuhan kredit, NPL paylater juga memang diproyeksikan turut meningkat. Namun pihaknya berkomitmen untuk tumbuh secara berkesinambungan didukung oleh penerapan manajemen risiko dan GCG.

Adapun terkait kualitas kredit, NPL Allo Bank secara keseluruhan ada di 0,4% gross dan 0,3% net per akhir semester I-2024.

Dalam mengantisipasi agar kredit macet paylater tidak membengkak, Indra menjelaskan, sistem pengambilan keputusan kredit pun harus dibuat lebih cepat dan terotomasi dengan bantuan decision engine karena umumnya pinjaman dengan platform digital memiliki pagu yang lebih kecil namun dengan jumlah aplikasi pinjaman yang lebih banyak. Bank telah membangun credit scoring yang kuat karena terkait dengan sifat pinjaman dengan platform digital.

Selain itu, kata Indra Bank menggunakan berbagai teknologi terkini untuk meminimalisir risiko fraud dalam proses KYC termasuk Liveness Detection dan Face snapshot. Bank juga secara terus menerus melakukan fine tuning atas berbagai macam criteria terhadap proses underwriting kredit untuk masing-masing segmen PayLater dan InstantCash dalam rangka mengoptimalkan return dan meminimalisir risiko kredit. 

"Dari sisi internal control, Bank juga terus menerapkan prinsip-prinsip Risk Management dan melakukan pemantauan atas risiko kredit melalui berbagai indikator risiko untuk memastikan bahwa portofolio Bank masih sejalan dengan risk appetite dan risk tolerance yang telah ditetapkan," jelasnya.

Sementara itu, Teuku Ali Usman, Corporate Secretary Bank Mandiri menyampaikan, Livin’ Paylater yang dirilis pada akhir 2023 terus mendapat respon positif dari nasabah. Terbukti, sampai dengan akhir Juli 2024 jumlah nasabah Bank Mandiri pengguna Livin’ Paylater telah mencapai meningkat 2,7 kali lipat jika dibandingkan akhir 2023.

Sementara itu, jumlah sales volume pada periode yang sama turut mencatat pertumbuhan lebih 140% jika dibandingkan dengan posisi Desember 2023.

"Pencapaian ini tidak terlepas dari beragam strategi dan inovasi yang secara aktif dilakukan. Salah satunya melalui program promosi dengan berbagai penawaran menarik yang dapat dinikmati di berbagai merchant pilihan," katanya.

Bank Mandiri juga terus mengembangkan fitur pembayaran yang lebih variatif untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi nasabah. Seperti penambahan fitur pembayaran melalui Virtual Account (VA) di merchant e-commerce.

"Dengan inovasi ini diharapkan dapat memberikan alternatif pembayaran yang lebih fleksibel bagi nasabah, sehingga transaksi dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat," ujarnya.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat, pangsa pasar dari paylater ini memang menjanjikan. Apalagi didukung oleh promo dan diskon dari platform e commerce. 

"Nah tapi kondisinya saat ini kan kelas menengah sebagai pemakai paling banyak dari paylater sedang menghadapi banyak tekanan. Mulai dari tekanan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, suku bunga juga masih tinggi. Selain itu dari segi promo dan diskon itu sudah mulai banyak berkurang di platform digital. Sehingga paylater ini perlu diperhatikan efeknya karena ada tanda tanda trend dari NPL dari paylaternya nya bisa meningkat," jelasnya.

Menurut Bhima, sebetulnya yang harus diperhatikan perbankan sebelum mengaccept atau menyetujui paylater, Bank tetap harus melakukan seleksi yang ketat berdasarkan  dari historis pembelian barang. 

"Misalkan kalau dia terhubung ke platform e-commerce ataupun ke pesan antar makanan misalnya. Nah jadi si paylater ini harus melihat dulu track record historisnya, seberapa banyak melakukan repeat order? Nah itu bisa di dinilai sebagai cara untuk men-seleksi mana debitur yang risiko macet, mana debitur yang memang konsisten melakukan pembelian barang karena itu dianggap debitur yang jauh lebih aman. Jadi tetap pada prinsipnya tetap KYC new customer," ungkapnya.

Bhima menyebut, bank tetap perlu memperhatikan dan menyeleksi history track record dari tiap calon debitur paylater. Disitulah yang membuat bank bisa menurunkan tingkatan NPL nya. Meskipun kata Bhima laju pertumbuhannya mungkin akan melambat, tapi dari kualitas pembiayaannya jauh lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi