Perbankan rawan fraud



JAKARTA. Pengawasan ketat Bank Indonesia (BI) belum berhasil meminimalisir fraud (penyimpangan) di perbankan. Kemarin (24/6), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pertanggungjawaban regulator perbankan tersebut atas tindakan curang  yang merugikan nasabah dan reputasi bank.

DPR menyoroti enam laporan fraud. Pertama, fraud di Bank Danamon cabang Depok, ketika dana seorang nasabah menyusut dari Rp 43 juta menjadi Rp 6 juta. Kedua,  kasus penurunan jabatan karyawan Bank Permata  karena menjadi calon legislatif dari salah satu partai. Manajemen beralasan, hal tersebut akan mempengaruhi kinerja keuangan bank.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Aziz, mengatakan kedua fraud ini merupakan laporan masyarakat kepada DPR. Mereka melapor ke DPR karena tidak mendapat jawaban dari pihak bank. "Kami meminta BI menindaklanjuti kasus yang sudah dilaporkan ini," ujarnya.


Ketiga, fraud karyawan Bank Mega cabang Jababeka sebesar Rp 191 miliar, yang merupakan dana milik Elnusa dan Pemeritah Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.  Keempat, fraud Bank Panin cabang Banjarmasin sebesar Rp 30 miliar yang dilaporkan karyawan. Tapi, manajemen malah memberhentikan karyawan tersebut.

 Kelima, fraud Bank Mestika Dharma. Agunan nasabah dipinjamkan ke perusahaan, eh, agunan itu malah menjadi jaminan mendapatkan kredit Rp 1,2 miliar dari Mestika. Keenam, Bank Jabar Banten yang tersandung tiga kasus dengan nilai fraud Rp 633 miliar.

Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, mengatakan fraud terjadi karena lemahnya penerapan tata kelola perusahaan atau good corporate governance (GCG) bank tersebut. BI mengaku, beberapa masalah yang dilaporkan ke Komisi XI sudah ditangani agar tidak mengganggu kinerja bank. BI menindaklanjuti pelaporan tersebut dalam bentuk pelarangan ekspansi pembukaan cabang, direksi bank tidak lulus dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) hingga memperbaiki standard operating procedure (SOP) bank.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: