JAKARTA. Proses pengambil alihan PT Indonesia Asahan Alumunimum (Inalum) hingga kini belum juga tuntas. Perbedaan nilai revaluasi aset yang dilakukan antara Pemerintah Indonesia dan jepang belum juga menemukan titik temu. Meski begitu, menurut Menteri Perindustrian Mohammad Suleman Hidayat, perbedaan revaluasi aset sudah semakin mengkerucut. Sebelumnya, perbedaan penilaian aset Inalum yang dilakukan antara Indonesia dan Jepang mencapai US$ 260 juta. Menurut pihak Indonesia, seperti hasil penghitungan yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai aset Inalum mencapai US$ 390 juta. Sedang menurut pihak Jepang nilai aset Inalum mencapai US$ 650 juta. "Saat ini sudah mengerucut lebih kecil, masing-masing pihak saling menyesuaikan," ujar Hidayat, akhir pekan lalu. Meski begitu Hidayat tidak menyebutkan seberapa besar penurunan selisih penilaian aset Inalum saat ini. Ia hanya menyebutkan, Indonesia sudah menaikan nilai revaluasi dari sebelumnya, begitu juga dengan Jepang yang sudah menurunkan dari nilai semula. Kedua pihak saat ini masih melakukan negosiasi. Padahal, sebelumnya Menteri Koordinator bidang perekonomian Hatta Rajasa bilang, negosiasi ditargetkan akan rampung pada akhir September 2013. Namun, hingga minggu oertama bulan Oktober penyelesaian masalah beda penghitungan ini belum juga selesai. Hatta optimistis, masalah pengambil alihan Inalum ini tidak akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Lazimnya, jika terdapat perbedaan pandangan atas masalah arbitrase, seperti pengambil alihan perusahaan akan diselesaikan di Badan Arbitrase Internasional. Namun, menurut Hidayat penyelesaian sengketa melalui arbitrase akan membutuhkan waktu lebih panjang. Sementara itu, Hatta optimistis proses pengambil alihan seluruh aset inalum bisa tuntas sebelum akhir blan Oktober. Nantinya, Inalum akan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), setelah itu akan dilakukan konsolidasi, dibentuk manajemen baru.
Perbedaan revaluasi aset Inalum makin mengerucut
JAKARTA. Proses pengambil alihan PT Indonesia Asahan Alumunimum (Inalum) hingga kini belum juga tuntas. Perbedaan nilai revaluasi aset yang dilakukan antara Pemerintah Indonesia dan jepang belum juga menemukan titik temu. Meski begitu, menurut Menteri Perindustrian Mohammad Suleman Hidayat, perbedaan revaluasi aset sudah semakin mengkerucut. Sebelumnya, perbedaan penilaian aset Inalum yang dilakukan antara Indonesia dan Jepang mencapai US$ 260 juta. Menurut pihak Indonesia, seperti hasil penghitungan yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai aset Inalum mencapai US$ 390 juta. Sedang menurut pihak Jepang nilai aset Inalum mencapai US$ 650 juta. "Saat ini sudah mengerucut lebih kecil, masing-masing pihak saling menyesuaikan," ujar Hidayat, akhir pekan lalu. Meski begitu Hidayat tidak menyebutkan seberapa besar penurunan selisih penilaian aset Inalum saat ini. Ia hanya menyebutkan, Indonesia sudah menaikan nilai revaluasi dari sebelumnya, begitu juga dengan Jepang yang sudah menurunkan dari nilai semula. Kedua pihak saat ini masih melakukan negosiasi. Padahal, sebelumnya Menteri Koordinator bidang perekonomian Hatta Rajasa bilang, negosiasi ditargetkan akan rampung pada akhir September 2013. Namun, hingga minggu oertama bulan Oktober penyelesaian masalah beda penghitungan ini belum juga selesai. Hatta optimistis, masalah pengambil alihan Inalum ini tidak akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Lazimnya, jika terdapat perbedaan pandangan atas masalah arbitrase, seperti pengambil alihan perusahaan akan diselesaikan di Badan Arbitrase Internasional. Namun, menurut Hidayat penyelesaian sengketa melalui arbitrase akan membutuhkan waktu lebih panjang. Sementara itu, Hatta optimistis proses pengambil alihan seluruh aset inalum bisa tuntas sebelum akhir blan Oktober. Nantinya, Inalum akan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), setelah itu akan dilakukan konsolidasi, dibentuk manajemen baru.