Perdagangan multilateral naik 1.991% dalam dua tahun, berikut rencana ICDX tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dibuka secara virtual perdagangan perdana, ICDX menekankan fokus utama kegiatan kerja industri tahun ini, yakni akselerasi peningkatan ekspor dan pengelolaan impor, serta penguatan pasar dalam negeri.

Nursalam Direktur Utama Indonesia Clearing House (ICH) mengungkapkan, hadirnya instrumen derivatif keuangan dari bursa derivatif ke dalam sistem keuangan negara akan memberikan kelengkapan infrastruktur dari pasar keuangan yang ada di dalam negeri. "Sehingga penting bagi kita untuk menyediakan instrumen pendalaman pasar keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi nasional untuk mendukung kesejahteraan dalam kegiatan bisnis dan ekonomi dengan produktif,” ujar Nursalam dalam siaran pers, Senin (4/1).

Di sisi lain, produk-produk derivatif, baik sebagai sarana alternatif investasi maupun manajemen risiko, terlihat bertumbuh secara signifikan dari tahun ke tahun. Peningkatan volume transaksi produk derivatif multilateral ICDX melalui gold, oil, forex (GOFX) mencapai 1.991% sejak diperkenalkan di 2018.


Sementara itu, untuk tata niaga perdagangan fisik timah tujuan ekspor yang dilakukan melalui bursa ICDX juga menunjukkan perkembangan yang positif. Jumlah pembeli internasional saat ini sudah meningkat menjadi 37 perusahaan.

Baca Juga: ICDX mencatatkan transaksi perdagangan multilateral Rp 18 triliun di 2020

Selain itu, pangsa pasar perdagangan timah juga berhasil diperluas menjadi 26 negara tujuan ekspor, serta ditambah dengan keberhasilan upaya dalam menggeser posisi Singapura di Asia Tenggara sebagai secondary market timah dunia. Tercatat sejak dibursakan pada Agustus 2013 hingga Desember 2020, total ekspor timah yang dilakukan melalui bursa ICDX mencapai 404.363,19 metrik ton atau senilai US$ 7,92 miliar atau setara dengan Rp 111,79 triliun.

ICDX akan mengembangkan kontrak multilateral baru pada 2021. "Kita seringkali hanya berfokus kepada sisi bisnis tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan sosial. Jika kita melihat industri secara global, keseimbangan ketiga faktor tersebut secara signifikan ditanggulangi dengan mekanisme perdagangan karbon melalui pasar fisik dan pasar berjangka," ungkap Nursalam.

Bursa berjangka Indonesia berencana merilis perdagangan kredit karbon. Indonesia memiliki potensi yang besar dan dapat memimpin dalam penyelenggaraan perdagangan kredit karbon. Indonesia memiliki potensi yang besar dalam menyumbang 75%-80% karbon kredit dunia.

Karbon kredit ini berasal dari hutan mangrove, lahan gambut, padang lamun dan batu karang. Dilihat dari nilainya, potensi perdagangan karbon mampu menyumbang lebih dari US$ 150 miliar untuk ekonomi Indonesia.

Baca Juga: Harga CPO sentuh level tertinggi dalam 8,5 tahun terakhir, ini kata pengamat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati