Perdagangan Sesi Pagi, Nikkei Naik Tipis 0,4%



TOKYO. Setelah sempat mencium level terendah selama 26 tahun terakhir, indeks Nikkei kembali bangkit. Pada perdagangan sesi pagi di bursa Tokyo hari ini, indeks Nikkei mengalami kenaikan 0,4%. Beberapa faktor yang mendongkrak kenaikan indeks ini adalah kenaikan saham Sony Corp dan melemahnya nilai yen.

Indeks Nikkei 225 sempat turun ke level terendahnya pada posisi 7.486,44 sejak 1982 silam. Pada masa itu, Ronald Reagan menjabat sebagai Presiden AS dan Sony Corp baru saja merilis CD player pertama mereka.

Meski demikian, awan gelap belum sepenuhnya hilang. Pergerakan Nikkei masih dibayang-bayangi penurunan sejumlah saham perusahaan finansial. Salah satunya Mitsubishi UFJ Financial Group. Pagi ini, Mitsubishi UFJ dan beberapa bank besar lainnya cukup tertekan karena tingginya kekhawatiran pasar akan perekonomian global yang menyebabkan pihak perbankan harus menambah modal untuk mengurangi dampak kerugian pada saham portofolio mereka.


Para pelaku pasar bilang, mereka saat ini tengah menunggu pengumuman mengenai langkah pemerintah untuk mengerem laju kemerosotan saham-saham di Jepang. Catatan saja, sepanjang bulan ini, Nikkei sudah melorot 32% dan 50% sepanjang tahun ini.

“Kami membutuhkan kejutan baik di pasar. Misalnya saja seperti intervensi pemerintah untuk menjual yen di pasar mata uang,” jelas Masayoshi Okamoto, head of dealing Jujiya Securities.

Yen kembali terkoreksi setelah sempat mengalami penguatan tertinggi dalam 13 tahun terakhir terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Menteri Keuangan Jepang Shoichi Nakagawa mengatakan, saat ini ia terus mengamati pasar mata uang dengan seksama. Bahkan Nakagawa sempat bilang bahwa Pemerintah Jepang kemungkinan akan melakukan intervensi.

Harian bisnis Nikkei pada Minggu kemarin melaporkan, pemerintah akan mengumumkan serangkaian strategi untuk menstabilkan pasar sebelum dibukanya bursa perdagangan pagi ini.  Belakangan, Tokyo memikirkan untuk mengeluarkan larangan naked short selling dan berencana memperkenalkan peraturan baru terkait hal tersebut.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie