Perebutan likuiditas menciutkan kinerja BBNI



JAKARTA. Kinerja PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terbilang cukup mengagumkan di 2013. Laba emiten bank pelat merah ini mampu meningkat 29% menjadi Rp 9,05 triliun. Kredit bank yang tenar disebut BNI ini juga tumbuh 24,8% jadi Rp 250,63 triliun.

Analis Bahana Securities Teguh Hartanto, dalam riset pada 19 Februari, mengatakan, laba bersih BBNI tahun lalu sejalan dengan estimasi. Meski cukup positif di tahun lalu, para analis melihat, pertumbuhan kinerja perbankan akan cenderung melambat di tahun ini. Ini karena pertumbuhan kredit di tahun ini akan lebih menciut.

Tak hanya itu, Kepala Riset Batavia Proseperindo Sekuritas Andy Ferdinand menyebut, persaingan untuk mendapatkan dana murah akan semakin sulit. "Ini bisa membuat biaya dana agak meningkat," ucap dia.


Bahkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan, kredit perbankan hanya akan tumbuh 15%-17% di 2014. Analis J.P. Morgan Securities Indonesia Aditya Srinath, dalam riset 19 Februari, menyebut, pertumbuhan kredit BBNI seperti estimasi BI.

Menurut Andy, kredit BBNI hanya akan tumbuh 16%. Sementara, dana pihak ketiga (DPK) akan tumbuh sekitar 13%, seperti tahun lalu. Akibatnya, tahun ini, rasio kredit terhadap simpanan alias loan to deposit ratio (LDR) BBNI akan mengetat dari 85,3% menjadi 88%.

Namun, menurut Teguh, kondisi likuiditas yang mengetat tidak akan membebani biaya dana BBNI. Pasalnya, total dana murah BBNI masih di kisaran 67%.

Untuk meningkatkan layanan sekaligus fee based income, BBNI masih terus memperluas jaringan anjungan tunai mandiri (ATM). BBNI juga cenderung memilih menyimpan obligasi pemerintah. Sampai akhir tahun lalu, kepemilikan BBNI di surat berharga negara mencapai Rp 2,4 triliun.

Sama seperti Andy, Teguh memperkirakan, LDR BBNI tahun ini akan berkisar 88,1%.

Teguh dan Aditya juga yakin, BBNI masih sanggup menekan rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) gross di kisaran 1,8%-2,2%. Tahun lalu, rasio NPL gross BBNI 2,17%.

Salah satu penyebabnya, menurut Teguh, BBNI banyak menggarap kredit korporasi yang fokus pada proyek infrastruktur di bawah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Alhasil, risiko kreditnya relatif rendah.

Faktor lain yang bisa menekan NPL BBNI adalah aturan BI yang cenderung memperlambat pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR).  Berbeda pendapat, menurut Andy, NPL gross BBNI justru akan meningkat menjadi sekitar 2,3%. Sebab, industri tengah banyak menghadapi kenaikan biaya, seperti harga bahan bakar minyak (BBM), upah tenaga kerja, sampai tarif dasar listrik (TDL). Sementara, produk domestik bruto (PDB) melemah.

Karena itu, Teguh memprediksi, laba BBNI hanya akan tumbuh 11,6% menjadi Rp 10,1 triliun. Sedangkan, Andy memproyeksikan laba bersih BBNI hanya akan tumbuh 3,86% menjadi Rp 9,4 triliun.

Meski begitu, Andy dan Teguh masih merekomendasikan beli dengan target harga masing-masing Rp 5.100 dan Rp 5.400. Aditya menilai underweight untuk BBNI dengan target harga Rp 3.700. Selasa (25/2), harga BBNI turun 2,36% di Rp 4.545.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana