Perekonomian India menyusul China



NEW DELHI. India mengubah metode untuk mengukur perekonomian. Alhasil, proyeksi pertumbuhan ekonomi India untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2014 dikoreksi dari sebelumnya 4,7% menjadi 6,9%. Dengan begitu, India menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua dunia setelah China.

Selain merevisi pertumbuhan ekonomi, produk domestik bruto (PDB) India juga berubah dari sebelumnya INR 113,6 triliun menjadi INR 113,5 triliun.

Sebelumnya, metode perhitungan pertumbuhan ekonomi India menggunakan faktor biaya 2004-2005. Kini, Pemerintah India menghitung pertumbuhan ekonomi berdasarkan harga pasar tahun 2011-2012.  "Tingkat revisi ke atas sangat tajam. Jadi semua perkiraan masa depan pertumbuhan, defisit fiskal dan indikator lainnya harus kembali dikalibrasi," ujar Sujan Hajra, ekonom di Anand Rathi Financial Services Ltd seperti dikutip Bloomberg.


Perubahan angka tersebut disebabkan database yang mencakup lebih banyak perusahaan. Selain itu juga perluasan data pajak ikut menyumbang kenaikan pertumbuhan ekonomi. Faktor lainnya adalah data dari pialang saham, bursa, reksadana, dana pensiun dan regulator pasar.

Ambil contoh, di sektor perdagangan, hotel dan restoran yang sebelumnya dihitung hanya tumbuh 1%, kini melonjak hingga 13%. Begitupun juga dengan ekspansi di sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan melambat menjadi 7,3% dari 12,9%.

Dikutip dari Reuters, Pemerintah India memprediksi, perubahan akan membantu menurunkan defisit fiskal India. Hal ini memudahkan Perdana Menteri India, Narendra Modi memangkas kesenjangan defisit ke level terendah dalam tujuh tahun terakhir yakni 4,1%.

Metodologi baru yang digunakan India lebih sesuai dengan standar global dengan mengukur ekonomi menggunakan harga pasar. "Ini akan membantu mengurangi distorsi pasar dan memberikan representasi yang lebih baik untuk sektor manufaktur," ujar Sournya Kanti Ghosh, penasihat ekonomi utama di State Bank of India.

Kebijakan moneter

Selain mengubah metode perhitungan pertumbuhan ekonomi, India juga harus menjaga disiplin fiskal. Gubernur Bank Sentral India, Raghuram Rajan mempertimbangkan memakai jasa lembaga independen untuk memeriksa anggaran tahunan dalam rangka mengontrol defisit anggaran.  "Kehati-hatian fiskal ini sangat penting," ujar Rajan.

Bank Sentral India sendiri telah mengambil langkah moneter dengan mengurangi cadangan di bank umum supaya dana yang mengalir ke pinjaman lebih banyak ketimbang memarkir uang di obligasi pemerintah. Kebijakan tersebut bertujuan mendorong perusahaan dan individu untuk meminjam dan berinvestasi.

Kata Rajan, bank sentral  berniat memangkas suku bunga acuan setelah melakukan pemotongan 0,25% pada pertengahan Januari lalu. "Sampai kami mendapatkan lebih banyak data, saya pikir kami jeda dulu," ujar Rajan.

Harga minyak yang lebih rendah, jelas Rajan, membantu India mengurangi ancaman inflasi. Bank Sentral India akan melihat data-data ekonomi seperti inflasi dan usulan anggaran tahunan pemerintah sebelum menurunkan suku bunga. "Biarkan kebijakan moneter mengikuti arusnya," ujar Rajan dikutip dari The New York Times.

Salah satu yang menjadi keluhan Rajan adalah walau Bank Sentral India telah menurunkan suku bunga acuan, namun bank-bank komersial terlambat menurunkan suku bunga kredit. Beberapa bank tetap mempertahankan suku bunga dalam tiga minggu terakhir.

Bank-bank komersial menggunakan selisih dari bunga yang dikutip dari peminjam dengan pembayaran kepada deposan untuk menggemukkan margin keuntungan. Pasalnya, bank-bank komersial harus menggenjot pendapatan untuk mengimbangi jumlah kredit macet.

Namun, dengan persaingan yang semakin ketat, Rajan optimistis, bank-bank komersial pada akhirnya akan menurunkan suku bunga demi menggaet nasabah.      

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie