TOKYO. Perekonomian Jepang tumbuh 0,3% pada kuartal III 2009. angka ini turun tajam jika dibandingkan dengan perkiraan awal pemerintah yakni sebesar 1,2%. Secara year on year alias tahunan, Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang hanya tumbuh sebesar 1,3%, masih jauh dari perkiraan awal pemerintah Jepang pada bulan lalu, yakni 4,8%. Investasi oleh perusahaan Jepang mengalami penurunan sebesar 2,8% sepanjang Juli -September 2009. Padahal jika melihat angka bulan November sudah ada kenaikan sebesar 1,6%. Angka PDB ini juga jauh dari perkiraan ekonom dalam survei yang dilakukan oleh Kantor Berita Reuters. Survei ekonom menunjukkan angka tengah dari perkiraan ekonom untuk pertumbuhan triwulan III 2009 adalah 0,7%, sedangkan perkiraan pertumbuhan tahunan sebesar 2,8%. Realisasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan semula ini terjadi karena merosotnya belanja modal dari perusahaan Jepang. Perusahaan juga memangkas persediaan barang baku karena masih menghadapi permintaan pasar yang lemah. Ekonom menganggap, paket stimulus ekonomi yang di luncurkan oleh Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama sebesar JPY 7,2 triliun atau setara dengan US$ 81 miliar ini belum cukup untuk menghambat melemahnya pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, tahun depan upah akan turun, dan kemampuan untuk konsumsi akan terbatas. "Saya pikir, ekspor dan belanja modal akan menjadi penentu sekarang. Dan sejauh ini, ekspor dan belanja modal masih belum turun menjadi negatif dari kuartal ke kuartal, PDB sendiri kemungkinan negatif dari kuartal ke kuartal," kata Kepala Ekonom Barclays Capital Kyohei Morita. Kemampuan anggaran pemerintah Jepang juga terbatas, karena pilihannya hanya terbatas untuk memperbesar utang saja. Sehingga tekanan akhirnya mengalir ke bank sentral Bank of Japan agar mau membeli lebih banyak utang pemerintah, atau memperbanyak sekema pinjaman untuk melonggarkan tingkat bunga utang berjangka panjang. Kepala Ekonom Fukoku Capital Management Yuuki Sakurai juga melihat perekonomian Jepang tidak dalam kondisi baik dan prospeknya masih terlihat mendung. "Dalam kasus Jepang, krisis ekonomi tidak terjadi dalam 100 tahun sekali, melainkan lima tahun sekali sehingga perusahaan takut untuk melakukan investasi," ungkapnya. Belanja konsumen masih menjadi pendongkrak utama perekonomian Jepang, yakni mencapai 60%. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 0,9% lebih tinggi dari perkiraan awal sebesar 0,7%. Sedangkan ekspor naik 6,5% dari kuartal II 2009. Beberapa eksportir meninjau ulang rencana belanja mereka karena nilai tukar yen yang terus menguat. Tertinggi sejak 14 tahun terakhir. Mereka khawatir ini akan menyebabkan produk Jepang kalah bersaing di luar negeri.
Perekonomian Jepang Tumbuh Lebih Lambat
TOKYO. Perekonomian Jepang tumbuh 0,3% pada kuartal III 2009. angka ini turun tajam jika dibandingkan dengan perkiraan awal pemerintah yakni sebesar 1,2%. Secara year on year alias tahunan, Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang hanya tumbuh sebesar 1,3%, masih jauh dari perkiraan awal pemerintah Jepang pada bulan lalu, yakni 4,8%. Investasi oleh perusahaan Jepang mengalami penurunan sebesar 2,8% sepanjang Juli -September 2009. Padahal jika melihat angka bulan November sudah ada kenaikan sebesar 1,6%. Angka PDB ini juga jauh dari perkiraan ekonom dalam survei yang dilakukan oleh Kantor Berita Reuters. Survei ekonom menunjukkan angka tengah dari perkiraan ekonom untuk pertumbuhan triwulan III 2009 adalah 0,7%, sedangkan perkiraan pertumbuhan tahunan sebesar 2,8%. Realisasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan semula ini terjadi karena merosotnya belanja modal dari perusahaan Jepang. Perusahaan juga memangkas persediaan barang baku karena masih menghadapi permintaan pasar yang lemah. Ekonom menganggap, paket stimulus ekonomi yang di luncurkan oleh Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama sebesar JPY 7,2 triliun atau setara dengan US$ 81 miliar ini belum cukup untuk menghambat melemahnya pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, tahun depan upah akan turun, dan kemampuan untuk konsumsi akan terbatas. "Saya pikir, ekspor dan belanja modal akan menjadi penentu sekarang. Dan sejauh ini, ekspor dan belanja modal masih belum turun menjadi negatif dari kuartal ke kuartal, PDB sendiri kemungkinan negatif dari kuartal ke kuartal," kata Kepala Ekonom Barclays Capital Kyohei Morita. Kemampuan anggaran pemerintah Jepang juga terbatas, karena pilihannya hanya terbatas untuk memperbesar utang saja. Sehingga tekanan akhirnya mengalir ke bank sentral Bank of Japan agar mau membeli lebih banyak utang pemerintah, atau memperbanyak sekema pinjaman untuk melonggarkan tingkat bunga utang berjangka panjang. Kepala Ekonom Fukoku Capital Management Yuuki Sakurai juga melihat perekonomian Jepang tidak dalam kondisi baik dan prospeknya masih terlihat mendung. "Dalam kasus Jepang, krisis ekonomi tidak terjadi dalam 100 tahun sekali, melainkan lima tahun sekali sehingga perusahaan takut untuk melakukan investasi," ungkapnya. Belanja konsumen masih menjadi pendongkrak utama perekonomian Jepang, yakni mencapai 60%. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 0,9% lebih tinggi dari perkiraan awal sebesar 0,7%. Sedangkan ekspor naik 6,5% dari kuartal II 2009. Beberapa eksportir meninjau ulang rencana belanja mereka karena nilai tukar yen yang terus menguat. Tertinggi sejak 14 tahun terakhir. Mereka khawatir ini akan menyebabkan produk Jepang kalah bersaing di luar negeri.