Perekonomian Terkikis, Komoditi Menangis



SEOUL. Harga jagung dan kedelai rontok seiring dengan spekulasi bahwa perekonomian yang melambat akan mengurangi permintaan terhadap makanan, makanan binatang dan biofuel. Morgan Stanley memprediksikan bahwa harga jagung akan menyentuh rata-rata US$ 4,50 per bushel per 31 Agustus, turun dari US$ 5.50 per bushel seperti yang diprediksikan di bulan Oktober. Hal ini dibeberkan oleh analis Hussein Allidina. Rata-rata, harga jagung berkisar US$ 5,22 per barel setahun sebelumnya. Sementara itu harga kedelai kemungkinan juga akan bergerak di kisaran US$ 9 per bushel, turun dari US$ 10,50 dari yang diprediksikan sebelumnya. Rata-rata, setahun sebelumnya, kedelai dilego di harga US$ 12,50. As merupakan eksportir terbesar panenan ini. “Kami menyusutkan prediksi harga komoditi ini karena menguatnya dolar AS dan lemahnya harga energi,” kata Allidina. Harga jagung untuk pengiriman Maret di Chicago turun 1% menjadi US$ 3,715 per bushel pada pukul 11.36 waktu Seoul setelah sempat melonjak 14% dalam empat hari belakangan. Harga komoditi ini telah terpelanting 53% dari rekor tertingginya pada 27 Juni, US$ 7,9925 per bushel. “Perolehan yang tercatat di sesi terakhir telah lewat, jadi rontoknya harga komoditi pada hari ini merupakan koreksi yang belum mutlak,” kata Han Sung Minmanager untuk international marketing division di Korea Exchange Bank Futures Co. di Seoul. Ia mengimbuhkan, “Turunnya harga jagung yang begitu drastis tahun ini kemungkinan bisa membuat petani AS menanam lebih sedikit.” Kedelai untuk pengiriman Maret juga anjlok, hilang sebesar 0,4% menjadi US$ 8,46 sebelum akhirnya diperdagangkan di level US$ 8,4725. Kontrak kedelai melandai di Chicago di tengah spekulasi bahwa hujan akan meningkatkan penanaman di Brazil dan Argentina, produsen kedelai terbesar kedua setelah AS. Sementara itu komoditi gandum untuk pengiriman bulan Maret juga jeblok sebesar 0,7% menjadi US$ 5,165 per bushel sebelum diperdagangkan di level US$ 5,185. Harga ini sudah terkikis sebesar 62% dari rekor tertingginya pada 27 Februari lalu, US$ 13,495 per bushel


Editor: