KONTAN.CO.ID - LONDON/BEIRUT. Perempuan di Arab Saudi akan diberi tahu melalui pesan teks (SMS) jika mereka bercerai. Sebuah undang-undang baru dirancang untuk melindungi mereka dari pernikahan mereka yang berakhir tanpa sepengetahuan mereka, kata pemerintah pada hari Minggu. Undang-undang baru, yang mulai berlaku pada hari Minggu, dipandang sebagai cara untuk mengakhiri perceraian rahasia dan memastikan perempuan sepenuhnya menyadari status perkawinan mereka sehingga mereka dapat melindungi hak-hak seperti tunjangan. Langkah ini dilakukan ketika Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah mulai memberi perempuan lebih banyak hak di kerajaan konservatif, termasuk mencabut larangan mengemudi perempuan tahun lalu.
"Pengadilan Saudi telah mulai mengirim pemberitahuan (perceraian) semacam itu. Ini sebuah langkah yang bertujuan melindungi hak-hak perempuan," kata Kementerian Kehakiman Saudi dalam sebuah pernyataan di situs web mereka. Dikatakan pula bahwa perempuan bisa memeriksa status perkawinan mereka di situs web kementerian atau mengunjungi pengadilan terkait untuk mendapatkan salinan surat cerai. "Di sebagian besar negara-negara Arab, pria bisa begitu saja menceraikan istri mereka," kata Suad Abu-Dayyeh dari kelompok hak asasi global, Equality Now. "Setidaknya wanita akan tahu apakah mereka bercerai atau tidak. Ini langkah kecil, tapi ini langkah ke arah yang benar," katanya kepada Thomson Reuters Foundation melalui telepon. Namun Abu-Dayyeh mengatakan mengetahui tentang perceraian tidak berarti seorang wanita akan mendapatkan tunjangan atau hak asuh anak-anaknya. Dalam beberapa tahun terakhir perempuan di Arab Saudi diizinkan memasuki stadion olahraga untuk pertama kalinya, memberikan suara dalam pemilihan lokal, dan mengambil peran yang lebih besar dalam angkatan kerja ketika Arab Saudi mencoba untuk mendiversifikasi ekonomi yang bergantung pada minyak. Tetapi banyak perempuan Saudi telah aktif menyampaikan ke media sosial untuk mendorong dari lebih banyak kebebasan, termasuk memprotes aturan larangan berpakaian ketat negara itu dengan perempuan yang diwajibkan mengenakan abaya -jubah longgar yang menutupi semua bagian tubuh- saat di depan umum.
Para pegiat mengatakan poin utama tetap ada pada kebijakan perwalian Arab Saudi, di mana perempuan harus memiliki izin dari kerabat laki-laki untuk bekerja, bepergian, menikah, dan bahkan mendapatkan perawatan medis. "Sistem perwalian pria adalah masalah inti dan harus dibongkar. Sistem ini mengontrol wanita dalam setiap langkah kehidupan mereka. Sistem ini mencekik wanita Saudi," kata Abu-Dayyeh. Pada bulan November, kelompok-kelompok hak asasi Amnesty International dan Human Rights Watch menuduh Arab Saudi menyiksa dan melecehkan secara seksual beberapa aktivis perempuan yang ditahan -tuduhan yang dibantah oleh seorang pejabat Saudi kepada Reuters. Sekelompok anggota parlemen dan pengacara Inggris pada hari Rabu meminta "tanggapan mendesak" dari duta besar Saudi pada 9 Januari untuk memungkinkan mereka berbicara dengan para aktivis yang ditahan.
Editor: Hasbi Maulana