KONTAN.CO.ID - LONDON. Jumlah cryptocurrency yang dicuri dalam peretasan secara global lebih dari dua kali lipat dalam enam bulan pertama tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh sejumlah kecil serangan besar dan kenaikan harga kripto. Para peneliti blockchain dari TRM Labs mengatakan, peretas telah mencuri lebih dari US$1,38 miliar dalam bentuk kripto hingga 24 Juni 2024, dibandingkan dengan US$657 juta pada periode yang sama tahun 2023.
Pencurian rata-rata satu setengah kali lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca Juga: Kini Kripto Bisa Jadi Opsi Pembayaran Jaminan Sosial di Filipina "Meski kami tidak melihat adanya perubahan mendasar dalam keamanan ekosistem cryptocurrency, kami telah melihat peningkatan signifikan dalam nilai berbagai token - mulai dari bitcoin hingga ETH (ether) dan Solana - dibandingkan dengan waktu yang sama tahun lalu," kata Ari Redbord, global head of policy TRM Labs pada Jumat (5/7). Redbord mengatakan, hal ini berarti bahwa penjahat dunia maya lebih termotivasi untuk menyerang layanan kripto dan dapat mencuri lebih banyak ketika mereka melakukannya. Harga kripto secara umum telah pulih dari titik terendah yang terjadi pada akhir 2022 setelah keruntuhan bursa kripto Sam Bankman-Fried, FTX. Bitcoin mencapai harga tertinggi sepanjang masa sebesar US$73.803,25 pada Maret tahun ini. Di antara kerugian kripto terbesar sejauh tahun ini adalah sekitar US$308 juta dalam bentuk bitcoin yang dicuri dari bursa kripto Jepang, DMM Bitcoin, dalam apa yang disebut perusahaan sebagai "kebocoran tidak sah". Perusahaan cryptocurrency sering menjadi target peretasan dan serangan siber, meskipun kerugian sebesar ini jarang terjadi.
Baca Juga: Harga Bitcoin Bakal ke Level US$ 10 Juta? Ini Jawaban Robert Kiyosaki Redbord menuturkan, volume cryptocurrency yang dicuri pada tahun 2022 sekitar $900 juta, sebagian karena lebih dari US$600 juta yang dicuri dari jaringan blockchain yang terkait dengan permainan online Axie Infinity. Amerika Serikat telah menghubungkan peretas Korea Utara dengan pencurian tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menuduh Korea Utara menggunakan serangan siber untuk membantu mendanai program nuklir dan misilnya. Korea Utara sebelumnya telah membantah tuduhan peretasan dan serangan siber lainnya.
Editor: Yudho Winarto