Performa emiten semen didorong infrastruktur



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sektor semen mulai pulih sejak semester dua tahun lalu. Sebelumnya, penjualan semen sempat tertekan pada paruh pertama tahun lalu.

Ini terjadi lantaran sepinya proyek infrastruktur menjelang lebaran. Hingga Desember 2017, penjualan semen dalam negeri dan ekspor mencapai 69,37 juta ton atau naik 9,7% year on year (yoy).

Analis Ciptadana Sekuritas Fahressi Fahalmesta mengatakan, sentimen positif yang mendorong penjualan semen di semester kedua tahun lalu adalah pembangunan infrastruktur yang kembali gencar usai lebaran. "Penjualan masih disetir proyek infrastruktur, karena penjualan semen curah lebih tinggi dibanding semen kantong," kata Fahressi, Jumat (12/1).


Semen kantong biasanya digunakan untuk sektor properti. Sedangkan semen curah biasa digunakan untuk material infrastruktur.

Pada tahun ini, Fahressi memperkirakan permintaan semen akan tumbuh 5% yoy. Permintaan semen ditengarai masih lebih banyak berasal dari pembangunan infrastruktur. Ini karena proyek properti belum kembali bergairah.

Meski pertumbuhan sektor semen masih tipis, Fahressi memprediksi, risiko sektor ini sudah berkurang. Pasalnya, tahun ini pemerintah akan mengebut pembangunan infrastruktur. "Tinggal dua tahun lagi, saya asumsikan infrastruktur akan dikebut kerena mengejar target," kata dia.

Senada, Mimi Halimin, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, memperkirakan, pada tahun ini jumlah proyek turnkey akan meningkat. "Sehingga, sentimen positif yang diterima sektor konstruksi bisa menambah permintaan bahan baku semen," ujar Mimi dalam riset 9 Januari 2018. Hitungan dia, konsumsi semen domestik pada tahun ini bisa tumbuh 6,3% menjadi 70,8 juta ton.

Persaingan ketat

Fahressi mengatakan, perang harga semen juga mulai mereda. Perbedaan harga jual antara produsen semen berskala besar dan kecil semakin tipis. Fahressi melihat pemain semen kecil tidak akan menurunkan harga terlalu dalam seperti tahun lalu. "Dulu, pemain kecil masih berupaya mengambil market share. Sekarang risiko itu mulai terbatas," kata Fahressi.

Harga batubara pada tahun ini juga diprediksi lebih stabil. Sehingga, margin emiten sektor semen bergerak flat dan berpotensi meningkat.

Namun, Mimi menilai, persaingan ketat antar pemain semen masih akan terjadi di tahun ini. Selain itu, masih ada isu kelebihan pasokan. Volume penjualan emiten yang berangsur pulih tak dibarengi dengan pemulihan harga jual rata-rata (ASP).

Contohnya, ASP domestik PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) pada November 2017 turun 0,2% dibandingkan bulan yang sama di tahun sebelumnya. "Selama kelebihan pasokan, produsen semen akan sulit mempertahankan margin yang sama pada sebelumnya," ujar Mimi.

Di antara sektor semen, Fahressi menjagokan SMGR. Ini karena SMGR punya pabrik yang tersebar di berbagai wilayah, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatra. Sehingga, SMGR punya risiko lebih kecil dalam menghadapi persaingan usaha di satu wilayah tertentu.

Valuasi saham SMGR juga lebih murah ketimbang PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP). Ia memprediksi, pendapatan SMGR bisa mencapai Rp 30 triliun dengan laba bersih Rp 2,3 triliun. Ia menyarankan buy SMGR dengan target harga Rp 11.800.

Namun, Mimi menilai masih banyak risiko di saham sektor semen. Sehingga, ia memandang sektor ini masih bearish. Mimi memberi rekomendasi hold untuk saham SMGR dengan target harga Rp 9.580 per saham. Selain itu, ia merekomendasikan sell untuk INTP dengan target Rp 15.015 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini