KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham menara telekomunikasi, yakni PT Sarana Menara Nusantara Tbk (
TOWR) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (
TBIG) memperlihatkan kinerja negatif pada Oktober 2022. Keduanya bahkan masuk dalam
top 10 losers indeks LQ45 sepanjang Oktober 2022 berjalan. Sejak awal Oktober 2022 sampai dengan Jumat (28/10), saham TOWR tercatat turun 8,40% ke level Rp 1.145 dari Rp 1.250 per saham pada akhir September 2022. Sementara itu, harga TBIG merosot 12,01% menjadi Rp 2.490 dari Rp 2.830 per saham. Analis RHB Sekuritas Muhammad Wafi menilai, penurunan harga yang terjadi pada saham TOWR dan TBIG pada Oktober 2022 dipicu oleh aksi konsolidasi di industri menara telekomunikasi. Merger maupun akuisisi ini membuat jumlah pemain semakin sedikit sehingga
bargaining power untuk menaikkan
rental rate ke depan bakal semakin susah.
"Hal ini membuat prospek pertumbuhannya jadi berkurang pada tahun depan. Apalagi, beberapa pemilik menara adalah perusahaan telekomunikasi yang juga merupakan pelanggan perusahaan menara telekomunikasi," kata Wafi saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (28/10).
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham HM Sampoerna (HMSP) di Tengah Penurunan Laba Bersih Selain itu, valuasi saham-saham tersebut juga tergolong tidak murah jika dibandingkan dengan valuasi perusahaan menara secara regional. Menurut Wafi, rata-rata
price earning ratio (PER) menara dalam negeri berada di atas 15 kali, sedangkan rata-rata regional masih di awal 10 kali. Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menambahkan, secara fundamental, para emiten menara ini rata-rata juga memiliki rasio utang yang cukup besar. Kondisi ini membuat perusahaan mendapat tekanan dari kenaikan suku bunga yang masih cenderung berlanjut. Selain itu, sebagian besar utang berbentuk mata uang asing. Alhasil, pelemahan rupiah belakangan ini menjadi tambahan sentimen negatif yang menekan harga saham masing-masing. Akan tetapi, secara prospek bisnis, kedua perusahaan ini masih membukukan pertumbuhan pendapatan yang kuat. Pada semester pertama 2022, pendapatan TOWR meningkat 34% secara tahunan atau
year on year (YoY) menjadi Rp 5,32 triliun dan pendapatan TBIG tumbuh 11,18% YoY menjadi Rp 3,3 triliun. "Sehingga prospek jangka panjang tentu masih lumayan menjanjikan," ucap Pandhu. Secara valuasi, Pandhu menilai harga sahamnya juga masih relatif mahal. Apalagi laba berpotensi akan tergerus dengan pergerakan suku bunga dan depresiasi nilai tukar rupiah terutama pada kuartal ketiga ini, dimana kedua faktor tersebut bergerak cukup signifikan dibanding semester 1 2022. Melihat faktor-faktor tersebut, Pandhu memperkirakan prospek TOWR dan TBIG dalam jangka pendek cenderung negatif.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham MYOR Usai Catatkan Kenaikan Laba pada Kuartal III "Kami merasa harga saat ini masih belum cukup murah sehingga rekomendasi cenderung
wait and see dulu," kata Pandhu. Ke depannya, pelaku pasar masih perlu mencermati seberapa besar dampak perubahan makroekonomi pada kinerja kuartal ketiga dan keempat tahun 2022 dan seberapa kuat perusahaan dapat mempertahankan labanya. Ia memprediksi,
support terdekat TOWR berada di level Rp 1.085 dan TBIG di Rp 2.380. Sambil menunggu rilis laporan keuangan per kuartal III-2022, Pandhu mengatakan, level tersebut dapat dipantau sebagai
support rawannya.
Wafi juga memprediksi, saham TOWR dan TBIG masih berpotensi turun lagi dari level saat ini. Dengan begitu, saat ini belum menjadi waktu yang tepat untuk membeli kedua saham tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi