KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergantian direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sering kali menjadi sorotan, terutama ketika pergantian terjadi secara masif berbarengan dengan pergantian rezim pemerintahan. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menilai bahwa pergantian direksi di BUMN merupakan hal yang lumrah dan kerap didorong oleh berbagai faktor, mulai dari evaluasi kinerja hingga ekspektasi baru terhadap target-target perusahaan. Menurut Tauhid, pergantian direksi BUMN umumnya terjadi sebagai bagian dari dinamika manajerial. “Kadang-kadang, pergantian itu hanya Menteri yang tahu secara detail. Bisa jadi ada evaluasi atau ekspektasi baru dengan masuknya orang-orang baru, biasanya begitu,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (24/10).
Namun, ia juga mencatat bahwa sering kali tidak ada pola khusus yang jelas dalam pergantian tersebut. "Kadang-kadang alasannya hanya penyegaran," imbuhnya. Baca Juga: PHK Massal Jadi Tantangan Berat Pemerintahan Prabowo-Gibran Tauhid juga menyoroti fenomena pergantian yang terjadi dalam waktu cepat, bahkan di bawah satu tahun, seperti yang terjadi pada Direktur Utama Bulog baru-baru ini. "Kalau ada yang cepat diganti, berarti ada dua hal: apakah kinerja tidak sesuai ekspektasi target atau memang diperlukan orang baru yang diharapkan bisa memperbaiki situasi," jelasnya. Dari perspektif INDEF, pergantian direksi seharusnya bisa menjawab tantangan ekonomi baru dan target-target pertumbuhan, termasuk kontribusi BUMN dalam mendorong investasi dan perekonomian nasional. "BUMN memiliki dua tujuan utama, yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberikan keuntungan bagi negara. Kedua hal ini yang harus dicapai oleh setiap BUMN," tambah Tauhid. Terkait masifnya pergantian direksi setelah pergantian rezim, Tauhid mengakui bahwa belum ada indikasi khusus yang menjelaskan pola tersebut.