JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menilai apresiasi atau depresiasi rupiah dapat memberikan pengaruh terhadap inflasi. Pasalnya, jika nilai tukar (kurs) mata uang Indonesia ini terlalu tinggi maka akan meredupkan tingkat nilai ekspor tanah air. "1% apresiasi atau depresiasi rupiah akan menambah 0,06%-0,1% terhadap headline inflation," kata Sugeng, Kepala Biro Moneter BI. Bank sentral mengarahkan agar laju inflasi kian tahun akan menurun, dengan kisaran sasaran yakni 5% plus minus 1% sepanjang tahun 2011, 4,5% plus minus 1% di tahun 2012, dan 3% plus minus 1% di tahun 2014. Selain itu, di sisi harga meskipun inflasi sudah menunjukkan kecenderungan menurun, risiko tekanan inflasi ke depan diperkirakan masih cukup tinggi. Inflasi indeks harga konsumen (IHK) per Maret 2011 mencapai 6,65% Year on Year (YoY) atau deflasi 0,32% Moon to Moon (MtM) seiring dengan koreksi inflasi bahan pangan. Meskipun masih relatif tinggi, tekanan inflasi dan kelompok volatile foods menunjukkan kecenderungan yang menurun, sementara itu inflasi administered price cukup moderat terkait dengan minimalnya kebijakan penyesuaian harga oleh pemerintah. BI mencatat, inflasi inti menunjukkan tren meningkat sebesar 4,45% (YoY) atau 0,25% (MtM) pada Maret 2011, sebagai dampak hambatan dari tingginya harga pangan dan meningkatnya ekspektasi inflasi. Selain itu ada beberapa faktor yang perlu diwaspadai terhadap pencapaian sasaran inflasi kinerja makro ekonomi. Fakto-faktor itu antara lain :
- Eksternal meliputi harga minyak dan komoditi yang melonjak dan ketidakpastian pemulihan ekonomi khususnya di negara-negara maju.
- Domestik meliputi gangguan produksi dan distribusi bahan pangan, serta peningkatan administered prices.