JAKARTA. Pada akhir Juni lalu, PT Acset Indonusa Tbk (ACST) resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saat pencatatan (listing) tersebut, harga saham ACST naik 2% menjadi Rp 2.550 per saham, dari sebelumnya Rp 2.500 per saham Kemudian, pada 2 Juli, saham ACST sempat menyentuh level tertinggi, 3.150. Adapun level terendah dan penutupannya masing-masing ada di level 2.925 dan 2.975. Bisa dibilang, pergerakan saham ACST yang oke ini memang murni karena diburu investor. Hal ini bisa dilihat dari keterangan PT Kim Eng Securities selaku pihak underwriter sekaligus agen stabilisasi harga ACST yang memiliki hak untuk 'mengawal' pergerakan saham ACST melalui pembelian 5 juta saham ACST. Dalam keterangan tersebut, Kamis (4/7), dijelaskan, jumlah saham yang dibeli dalam rangka stabilisasi harga saham ACST pada 2 Juli lalu sebanyak 0 saham. Dengan demikian, poin-poin stabilisasi harga yang terdiri dari harga pembelian saham, rata-rata harga pembelian saham, nilai transaksi, jumlah akumulasi saham, dan persentase akumulasi saham yang dibeli dibandingkan dengan jumlah maksimum saham semuanya ada di angka 0. Hoesen, selaku Direktur Penilaian Perusahaan BEI, mengatakan, pengawalan harga saham seperti ini sebenarnya sah-sah saja. Soalnya, skema ini tercantum pada peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) No.XI.B.4 tentang stabilisasi harga saham dalam rangka penawaran umum perdana. "Sah tapi tetap ada aturannya, dan ini juga tergantung dari perjanjian antara penjamin emisi dan emitennya," tukas Hoesen. Hoesen menambahkan, skema stabilisasi harga ini memiliki jangka waktu tertentu. Nah, untuk saham ACST dikawal mulai 24 Juni hingga 24 Juli nanti. Selain masalah tenggat waktu, stabilisasi harga ini juga tergantung pada kekuatan dana yang dimiliki pihak underwriter. "Kemampuan sekuritas, kan, pasti terbatas. Jika duit yang digunakan untuk stabilisasi harganya sudah habis, maka pergerakan saham kliennya ditentukan oleh pasar," jelas Hoesen. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pergerakan saham ACST murni diburu investor?
JAKARTA. Pada akhir Juni lalu, PT Acset Indonusa Tbk (ACST) resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saat pencatatan (listing) tersebut, harga saham ACST naik 2% menjadi Rp 2.550 per saham, dari sebelumnya Rp 2.500 per saham Kemudian, pada 2 Juli, saham ACST sempat menyentuh level tertinggi, 3.150. Adapun level terendah dan penutupannya masing-masing ada di level 2.925 dan 2.975. Bisa dibilang, pergerakan saham ACST yang oke ini memang murni karena diburu investor. Hal ini bisa dilihat dari keterangan PT Kim Eng Securities selaku pihak underwriter sekaligus agen stabilisasi harga ACST yang memiliki hak untuk 'mengawal' pergerakan saham ACST melalui pembelian 5 juta saham ACST. Dalam keterangan tersebut, Kamis (4/7), dijelaskan, jumlah saham yang dibeli dalam rangka stabilisasi harga saham ACST pada 2 Juli lalu sebanyak 0 saham. Dengan demikian, poin-poin stabilisasi harga yang terdiri dari harga pembelian saham, rata-rata harga pembelian saham, nilai transaksi, jumlah akumulasi saham, dan persentase akumulasi saham yang dibeli dibandingkan dengan jumlah maksimum saham semuanya ada di angka 0. Hoesen, selaku Direktur Penilaian Perusahaan BEI, mengatakan, pengawalan harga saham seperti ini sebenarnya sah-sah saja. Soalnya, skema ini tercantum pada peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) No.XI.B.4 tentang stabilisasi harga saham dalam rangka penawaran umum perdana. "Sah tapi tetap ada aturannya, dan ini juga tergantung dari perjanjian antara penjamin emisi dan emitennya," tukas Hoesen. Hoesen menambahkan, skema stabilisasi harga ini memiliki jangka waktu tertentu. Nah, untuk saham ACST dikawal mulai 24 Juni hingga 24 Juli nanti. Selain masalah tenggat waktu, stabilisasi harga ini juga tergantung pada kekuatan dana yang dimiliki pihak underwriter. "Kemampuan sekuritas, kan, pasti terbatas. Jika duit yang digunakan untuk stabilisasi harganya sudah habis, maka pergerakan saham kliennya ditentukan oleh pasar," jelas Hoesen. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News