Perhapi: Industri Tembaga Belum Siap Jalani Larangan Ekspor Konsentrat pada 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) memperkirakan, industri tembaga belum siap menjalani kebijakan larangan ekspor konsentrat tahun depan.

Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli mengatakan, kesiapan industri tembaga atas wacana kebijakan tersebut sangat bergantung pada penyelesaian konstruksi smelter yang sedang dibangun oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) dan Amman Mineral. Sementara kedua smelter tersebut diperkirakan belum akan beroperasi komersial di 2023.

“Menurut info di media penyelesaiannya di tahun 2024. Kalau jadwal penyelesaiannya seperti ini berarti tahun 2025 baru siap diolah di dalam negeri. (Tapi) Kita perlu minta konfirmasi ke Kementerian ESDM untuk jadwal penyelesaiannya,” ujar Rizal kepada Kontan.co.id, Rabu (28/12).


Baca Juga: Menteri ESDM Tak Takut Bila Kebijakan Larangan Ekspor Bijih Bauksit Digugat ke WTO

Seperti diketahui, pemerintah tengah berupaya memperkuat sektor hilir. Upaya ini sebelumnya telah melahirkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang berlaku sejak Januari 2020 lalu.

Menyusul, larangan ekspor bijih bauksit juga direncanakan berlaku pada Juni 2023 mendatang. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pemerintah masih mengkaji rencana pelarangan ekspor untuk komoditas lainnya.

Namun, Jokowi belum menyebut secara spesifik komoditas mana yang selanjutnya bakal disetop ekspornya.

“Untuk komoditas lain itu dikalkulasi dihitung mengenai kesiapan industrinya. Begitu industrinya setengah siap, nggak usah harus siap, setengah siap langsung kita hentikan. Kita paksa untuk segera industrinya diselesaikan," kata Jokowi dalam konferensi pers, Rabu (21/12).

Menurut Rizal, kapasitas industri pemurnian dan pengolahan di dalam negeri masih belum mampu menyerap produksi konsentrat tembaga di dalam negeri seluruhnya.

Sebab, kata Rizal, saat ini baru ada 1 perusahaan yang mampu mengolah konsentrat tembaga di dalam negeri, yakni PT Smelting Gresik yang memiliki kapasitas input 1 juta ton per tahun dengan rencana pengembangan kapasitas input tambahan sebesar 300.000 ton per tahun.

“Praktis hanya 1,3 juta ton yang bisa diserap di dalam negeri nantinya. Jika produksi konsentrat Freeport 3 juta ton per tahun, maka sisanya yang 1,7 juta ton tetap harus diekspor ke luar negeri,. Di samping itu, masih ada perusahaan yang menghasilkan konsentrat tembaga seperti PT Amman Mineral NT yang juga memproduksi konsentrat tembaga,” terang Rizal.

Dengan perkembangan yang ada, Rizal memperkirakan bahwa pemerintah belum akan memberlakukan kebijakan larangan ekspor konsentrat tembaga tahun depan.

“Khusus tembaga memang belum dinyatakan oleh Presiden kapan akan dihentikan ekspornya seperti halnya timah dan bauksit. Namun, kalau melihat progress pembangunan smelter PT Freeport Indonesia yang direncanakan akan selesai pada awal tahun 2024, kemungkinan akan ada relaksasi ekspor konsentrat juga sampai tahun 2024,” tutur Rizal.

Baca Juga: Larangan Ekspor Konsentrat Tembaga, Kementerian ESDM: Tetap Berpegang UU Minerba

Sedikit informasi, PTFI tengah melakukan pembangunan smelter dengan kapasitas 1,7 dry metric ton (dmt) di Java Integrated and Industrial Port Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur.

Selain itu, PTFI juga berencana mendanai ekspansi tambahan kapasitas 0,3 juta dmt pada smelter tembaga milik perusahaan patungan antara PTFI dan Mitsubishi Materials Corporation (MMC), yakni PT Smelting.

Kontan.co.id mencatat, kemajuan proyek  smelter berkapasitas 1,7 dmt PTFI sudah mencapai  hampir 45,5% per akhir Oktober 2022 dan ditargetkan mencapai 50% pada akhir 2022.

Menurut rencana, seluruh proses konstruksi smelter anyar di JIIPE  ditargetkan tuntas pada Desember 2023 mendatang, dilanjut dengan proses commissioning lalu pengoperasian komersial pada 2024.

Sementara itu, menurutu catatan Kontan.co.id (13/10), proyek smelter tembaga Amman Mineral yang berlokasi di Benete, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mencapai 47% per Oktober 2022 lalu dan diproyeksikan akan beroperasi di akhir 2024 mendatang. Nantinya, smelter tersebut bakal memiliki kapasitas input sebesar 900.000 ton per tahun.

Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno mengatakan, pemerintah sudah memberikan kesempatan yang panjang bagi pelaku usaha untuk menjalani mandat hilirisasi.

Untuk itu, ia berharap agar para perusahaan tembaga dapat melaksanakan program hilirisasi untuk memaksimalkan nilai tambah dari komoditas tembaga.

“Pengalaman di masa kejayaannya, industri minyak tidak sempat mengalami hilirisasi sehingga dijual sebagai crude oil. Akhirnya teknologi refinery dan pemenuhan kebutuhan minyak harus impor. Harapan dari larangan ekspor ialah untuk menciptakan industri downstream di Indonesia, sehingga meningkatkan pendapatan negara dan membuka lapangan kerja,” ujar Djoko kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Pasti Beroperasi di Awal 2023, Smelter TSL Ausmelt TINS Maksimalkan 50% Kapasitas

Lebih lanjut, Djoko juga menilai bahwa pemerintah perlu mengambil langkah agar offtaker di dalam negeri dapat menyerap hasil pengolahan konsentrat berupa katoda tembaga kelak.

“Penyerapan tembaqa katoda masih rendah, tapi sudah ada bahan baku kalau percepatan industri terjadi. Pemerintah perlu  mengambil langkah agar offtaker dari hilirisasi ada di Indonesia, sehingga katoda tembaga dapat diserap di dalam negeri,” kata Djoko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto