KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluruskan pemahaman terkait penetapan status Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja atau tinggal di luar negeri. DJP menegaskan bahwa lamanya bekerja di luar negeri, termasuk lebih dari 12 tahun, tidak serta-merta membuat seorang WNI otomatis berstatus SPLN. Penegasan tersebut disampaikan seiring berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2025.
Dalam ketentuan itu, WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan memang dapat ditetapkan sebagai SPLN, namun harus memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan secara berjenjang.
Baca Juga: Ditjen Pajak Perketat Status Pajak WNI di Luar Negeri Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli menerangkan, bahwa penetapan SPLN tidak hanya didasarkan pada durasi keberadaan di luar negeri, melainkan juga mempertimbangkan kondisi nyata dan keterikatan WNI tersebut dengan Indonesia. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi secara berjenjang antara lain bertempat tinggal secara permanen di luar Indonesia, memiliki pusat kegiatan utama dan kebiasaan hidup di luar Indonesia, serta menjadi subjek pajak di negara lain. Selain itu, WNI yang mengajukan status SPLN juga wajib memenuhi kewajiban administrasi perpajakan, termasuk memperoleh Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri yang diterbitkan oleh DJP. "Dengan demikian, tidak berlaku otomatis bahwa WNI yang bekerja di luar negeri meskipun sudah lebih dari 12 tahun langsung berstatus SPLN," ujar Rosmauli kepada Kontan.co.id, Senin (22/12/2025). Ia menekankan bahwa penentuan status pajak tetap harus melihat kondisi faktual, keterikatan dengan Indonesia, serta pemenuhan seluruh persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku. "Aturan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan keseragaman perlakuan, sekaligus mencegah penetapan status yang tidak mencerminkan keadaan sebenarnya," jelasnya.
Baca Juga: Restitusi Pajak 2026 Diprediksi Membengkak Sementara itu, Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Pino Siddharta menilai, ketentuan SPLN yang hanya mengacu pada keberadaan lebih dari 183 hari dalam satu tahun memang tidak dapat diterapkan secara sederhana. Oleh karena itu, DJP menerapkan beberapa persyaratan tambah sesuai dengan aturan yang baru. "Ketentuan tambahan tersebut diperlukan agar WP dalam negeri (WPDN) tidak memanfaatkan jangka waktu lebih 183 hari di luar Indonesia," ujar Pino.
Lebih lanjut, Pino menegaskan bahwa PER-23/PJ/2025 secara substansial menutup celah bagi WPDN untuk menghindari pemajakan, baik di Indonesia maupun di luar negeri, dengan hanya memanfaatkan aspek lamanya tinggal di luar negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News