KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Personel keamanan penerbangan harus melakukan pengawasan terkait barang berbahaya yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan di kabin pesawat sesuai dengan aturan-aturan keamanan penerbangan internasional dan nasional. Semua barang berbahaya yang tidak diperbolehkan masuk kabin harus ditolak sejak mulai pemeriksaan penumpang dan bagasi kabinnya di bandara. Untuk itu, Kementerian Perhubungan menegaskan, personel keamanan penerbangan (aviation security/ avsec) harus memahami aturan yang berlaku terkait di
dangerous good di kabin dan harus mengimplementasikannya di lapangan dengan cermat dan tegas tetapi tetap dengan sikap simpatik.
Di sisi lain, para penumpang dan masyarakat yang memakai jasa bandara juga harus mematuhi aturan yang dilaksanakan oleh personal AVSEC tersebut. Untuk itu pengelola bandara harus memberi informasi yang benar dan jelas kepada penumpang dan masyarakat tersebut sehingga tidak terjadi miskomunikasi di lapangan. "Keamanan dan keselamatan penerbangan saling berkaitan karena keamanan di darat sangat mempengaruhi keselamatan penerbangan. Untuk itu keamanan penerbangan juga harus diperketat baik dari sisi penumpang maupun kargo sejak dari bandara. Avsec harus memahami aturan yang berlaku dan memberlakukannya di lapangan dengan baik, tegas dan cermat namun juga harus tetap simpatik," demikian ujar Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso dalam keterangan resminya, Kamis (1/3). Sebagai regulator penerbangan, Agus menyatakan tidak akan segan-segan mencabut lisensi avsec dan izin pengelolaan bandar udara jika tidak melaksanakan peraturan keamanan penerbangan tersebut. Di sisi lain, pihaknya juga akan memberikan penghargaan terhadap petugas avsec yang berhasil dalam melaksanakan tugas terkait keamanan penerbangan. Aturan terkait keamanan penerbangan dan dangerous good internasional di antaranya adalah Annex 17 doc 8973 dan Annex 18 dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan the 58th Edition of the IATA Dangerous Goods Regulations (DGR) dari Asosiasi Maskapai Penerbangan Sipil Internasional (IATA). Aturan tersebut diturunkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan no. PM 80 tahun 2017 tentang Program Keamanan Penerbangan Sipil Nasional (PKPN). "Isi dalam peraturan tersebut di antaranya terkait dengan korek api dan pengisi daya mandiri (powerbank) yang dibawa dalam pesawat. Ada korek api dan powerbank yang boleh dibawa dan ada yang tidak. Jadi semua peraturan harus dimengerti oleh petugas dan masyarakat," lanjut Agus. Agus mencontohkan, sesuai Lampiran II C PM 80 Tahun 2017, satu korek api kecil atau satu korek api gas yang melekat pada setiap orang (misalnya di saku pakaian) yang tidak mengandung bahan bakar cair yang tidak terserap, diperbolehkan dibawa penumpang dalam kabin. Namun korek api batang dan gas tersebut tidak diizinkan jika ditaruh di dalam bagasi kabin atau bagasi tercatat.
Adapun yang sama sekali tidak diizinkan untuk diangkut dalam kabin adalah bahan bakar dan bahan isi ulang korek api gas. Terkait aturan tersebut, penggunaan korek api atau api (misalnya untuk merokok) di apron bandara dan di dalam pesawat juga sama sekali tidak diperbolehkan. Sementara itu aturan terkait
powerbank dikeluarkan oleh IATA. Asosiasi maskapai internasional tersebut menyatakan bahwa
powerbank yang mempunyai kapasitas di bawah 100Wh dapat dibawa dalam bagasi kabin. Sedangkan
powerbank berkapasitas 100Wh- 160Wh harus melalui persetujuan maskapai yang bersangkutan. Dan
powerbank dengan kapasitas lebih dari 160Wh sama sekali dilarang dalam penerbangan. Kapasitas 100Wh jika dikonversi dalam mAh (biasa tertulis dalam kemasan powerbank) adalah sebesar 27.000mAh. Jadi
powerbank yang bisa dibawa bwbas ke dalam kabin adalah yang berkapasitas di bawah 27.000mAh dengan voltase 3.6V – 3.85V. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto