JAKARTA. Pantang mundur, frasa yang cocok untuk menggambarkan Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) untuk menghadapi aksi mogok massal pengusaha dan nelayan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara yang dilakukan mulai hari ini sampai satu bulan kedepan. Direktur Utama Perum Perindo, Syahril Japarin mengklaim, tidak semua pengusaha di pelabuhan ikan tersebut berhenti operasi. "Tidak semua, yang mogok hanya pengusaha yang masuk dalam kelompok mereka (Paguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru)," katanya pada KONTAN, Minggu (9/10). Menurutnya, total pengusaha disana ada 110 pengusaha dan 60 pengusaha yang tergabung dalam Panguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru.
Rencananya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) akan mengundang para pengusaha pekan ini, setelah dialog dilakukan pekan lalu. Syahril bilang, Kemenko Maritim telah meminta mereka agar tak melakukan aksi mogok dulu. Asal muasal protes pengusaha adalah ketika Perum Perindo menetapkan aturan baru terkait harga dan jangka waktu sewa lahan. Syahril mengatakan, kontrak sewa lahan di Muara Baru sudah dilakukan sesuai dengan SOP. "Dalam perjanjian sudah tertara dengan jelas. Mereka bersedia bila lahan sewaktu-waktu diminta kembali oleh negara," jelasnya. Mantan Direktur Utama PT Pelni ini mengaku, tidak ada pemelintiran informasi. Dia bercerita, ada salah satu perusahaan yang tidak mau meninggalkan lokasi meskipun sudah diperingatkan enam bulan sebelum masa kontrak habis. "Mereka tidak mau keluar, malah kami diperkarakan dibawa ke pengadilan," tambahnya. Kekeuh mogok massal Perindo pun juga tak akan menurunkan tarif sewa lahan meskipun menuai banyak protes dari pelaku usaha di Muara Baru. Asal tahu saja, per 1 September 2016, Perindo efektif memberlakukan tarif baru untuk sewa lahan yaitu sebesar Rp 61.500 per meter persegi per tahun. Dan kenaikan tarif akan dilakukan kembali pada 1 Juli 2020 sekitar 23% dari sebelumnya. Alasan dinaikkannya tarif ini karena diduga sepertiga dari total lahan hanya dikuasai oleh lima pemain besar yang tergabung dalam Panguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru. Sayangnya, Syahril kembali enggan menjelaskan identitas kelima pemain tersebut. Pengusaha dan nelayan di Muara Baru merasa tidak ingin kalah dengan langkah Perindo. Pasalnya, mereka akan tetap melakukan aksi mogok massal. " Kita masih sesuai dengan rencana, semuanya sudah kompak," kata Tachmid WP Ketua Panguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru. Bahkan, menurutnya saat ini mereka sudah memasang spanduk protes terkait aturan yang dianggap tidak mendukung sektor kelautan. Sebelumnya, Mereka memprotes kenaikan tarif sewa lahan yang dinilai terlalu tinggi dan masa sewa lahan yang tidak boleh lebih dari lima tahun. Maklum saja, sebelumnya mereka dapat menyewa lahan sampai dengan 20 tahun.
Selain itu, Peraturan Menteri KP Nonmor 57 tahun 2014 tentang transhipment dinilai membebani pemilik kapal tangkap karena harus bolak-balik ke daratan untuk melakukan bongkar muat tuna. Karena, usia kesegaran tuna ekspor untuk memenuhi kebutuhan shasimi maksimal 15 hari. Pembatasan ukuran kapal tangkap juga dinilai ganjil oleh pelaku usaha dan pemilik kapal. Saat ini, negara lainnya sudah menggunakan kapal berukuran diatas 200 Gross Ton (GT) untuk melaut sedangkan Indonesia hanya membolehkan kapal maksimal berukuran 150 GT. Otomatis, kapal tangkap milik Indonesia tidak bisa menangkap ikan sebanyak negara lainnya. Tachmid mengaku dengan adanya aksi mogok massal ini aktivitas di kawasan Pelabuhan Muara Baru akan lumpuh dan negara terancam kehilangan devisa sebesar US$ 50 juta dalam sebulan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia