KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hari Tani Nasional yang jatuh pada tanggal 24 September seakan menjadi momen bersejarah bagi para petani di seluruh Indonesia. Pada perayaan inilah, para petani membuktikan peran mereka sebagai pahlawan pangan yang mampu memperkuat Indonesia. Pasalnya, sebuah negara bisa kuat apabila dapat memenuhi ketersediaan pangan bagi seluruh rakyatnya. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya mencetak generasi petani baru, terutama petani inovatif yang mengolah lahan gambut secara berkelanjutan. Upaya ini turut digalakkan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dengan menggelar pelatihan Sekolah Lapang Petani Gambut (SLPG) yang memperkenalkan pertanian alami dengan tidak membakar lahan. “Para petani perlu solusi praktis dalam pertanian. Mereka kita beri materi terkait konsep dasar ekosistem gambut, teknik hingga praktik langsung pembuatan pupuk organik, pembenah tanah dan pestisida alami,” ujar Kepala Kelompok Kerja Bidang Edukasi dan Sosialisasi BRGM, Suwignya Utama dalam keterangannya, Jumat (24/9).
“Di Hari Tani Nasional ini, kita bisa lihat banyak petani gambut yang sudah bisa mengolah lahannya tanpa membakar. Bahkan, pertanian alami dan berkelanjutan juga terbukti bisa meningkatkan kesejahteraan mereka,” sambungnya.
Baca Juga: Total lahan yang tersertifikasi ISPO mencapai 4,53 juta ha hingga Maret 2021 Suwignya mengatakan, pertanian alami sangat memberikan banyak manfaat, selain bisa menjaga kesuburan dan mencegah kerusakan tanah, pertanian tanpa bakar juga bisa berkontribusi pada pencegahan kebakaran hutan dan lahan, terutama di lahan gambut. Meski sebelumnya banyak tantangan yang dihadapi, tutur Suwignya, namun pelatihan SLPG yang dilakukan oleh BRGM mulai menuai hasil dengan mencetak kader-kader SLPG yang terdiri dari para petani gambut di wilayah kerja BRGM, seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan (Sumsel), Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Papua. Salah satunya Monihar, petani wanita asal Desa Mandala Jaya, Betara, Tanjung Jabung Barat, Jambi yang mengaku merasakan manfaat luar biasa dari pelatihan SLPG. “Kami sejak ada SLPG BRGM nggak pernah beli pupuk atau pakai pupuk kimia, sekarang organik semua. Bahannya kan dari pekarangan semua seperti limbah, kotoran kambing, dedaunan dan lainnya,“ ungkapnya. Sukses mengolah lahan gambut seluas 800 meter dengan tanaman hortikultura, Monihar menularkan ilmu yang didapat dengan mengajak ibu-ibu di desa untuk memanfaatkan lahan pekarangan mereka dengan menanam sayuran maupun rempah-rempah seperti jahe, yang bisa diolah menjadi produk makanan maupun minuman herbal. “Saya pesan ke petani atau petani wanita usahakan jangan bakar lahan, karena kami sudah merasakan awalnya membakar itu bagus tapi lama-lama tanahnya rusak, kalau ditanami itu ga bagus, ini saya rasakan sendiri. Selain itu namanya kita perempuan jangan mengandalkan suami, biarpun ga punya lahan, coba maksimalkan pekarangan, usahakan untuk tanam sehingga bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarga,” ungkapnya.
Baca Juga: PTPN XII operasikan pabrik Nusakita untuk dukung swasembada gula Adapun petani gambut lainnya yaitu Badri, Kader SLPG di Desa Buantan Lestari, Bunga Raya, Siak, Riau. Dirinya menyadari, jika membakar lahan bisa menyebabkan polusi udara, lahan menjadi rusak, bahkan bakteri atau mikroba dalam tanah juga ikut rusak.
“Alhamdulillah setelah diaplikasikan dari pelatihan SLPG sangat memuaskan, kami diajarkan pentingnya bakteri, unsur hara dan membuat pestisida nabati, itu sangat membantu meminimalkan pengeluaran untuk bertani. Salah satu yang saya senang pengolahan lahannya.” ungkap Badri. Menurutnya, pelatihan mengolah lahan gambut tanpa bakar tidak hanya memberikan ilmu kepada dirinya saja, tapi juga ia ajarkan ke petani lain, warga sekitar, hingga para pelajar sekolah. “Kegiatan ini sangat positif dan membantu masyarakat, petani dan warga pemuda, sebagai generasi penerus hidup di lahan gambut harus bangga karena kita orang-orang yang terpilih. Terimakasih juga BRGM telah
support petani gambut,” pungkasnya. Manfaat lain juga dirasakan oleh Sofyani, Petani Gambut dari Desa Pandak Daun, Daha Utara, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Di mana mengolah lahan gambut membantu meningkatkan perekonomian serta mampu merubah perilaku masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi